assalamualaikum, wr. wb. hiasi harimu dengan do'a dan senyuman

Mengenai Saya

Foto saya
Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia
selama saya hidup mungkin telah banyak melakukan kebaikan, tapi selama hidup pula saya lebih banyak melakukan kesalahan. mudah-mudahan kedepan akan lebih baik. amin

Jumat, 19 Agustus 2011



BAB I

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Standar Kompetensi:   Memahami Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesian
Kompetensi dasar      : a. Memahami hakikat kedudukan  Bahasa Indonesia      b. Memahami fungsi Bahasa Indonesia

Indikator: 
1, Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
2. Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
3. Menjelaskan bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan ansional
4. Memahami bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional
5. Menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai pemersatu berbagai suku bangsa di Indonesia
6.Memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar daerah dan budaya

Tujuan
1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan benar
2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dengan tepat
3. Setelah mendengarkanpenjelasan pengajar, mahasiswa dapat bahwa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional
4. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional dengan tepat
5. Setelah melakukan diskusi,  mahasiswa dapat menjelaskan bahasa Indonesia sebagai pemersatu berbagai suku bangsa di Indonesia.
6. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung  antar daerah dan budaya dengan benar.,



1.1  Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa adalah  alat komuniksi yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah. Di Indonesia banyak bahasa, yang kemudian dikenal sebagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa bali, bahasa Sunda, Bahasa Bugis dan sebagainya. Bahasa-bahasa itu merupakan alat komunikasi  etnis. Bahasa Jawa merupakan alat komunikasi etnis Jawa, bahasa Madura  merupakan alat komunikasi etnis Madura, bahasa Sunda merupakan alat komunikasi etnis Sunda, demikian juga bahasa-bahasa daerah yang lain. Nama bahasa itu diambil dari nama etnis pemakainya. Namun dekian sampai pertengahan tahun 1928 tidak pernah dikenal dan muncul istilah “bahasa Indonesia”.
Istilah bahasa Indonesia itu sendiri baru muncul menjelang lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Pada tanggal 28 Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda berikrar bahwa “Kami poetera dan poeteri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean bahasa Indonesia” . Sejak itu bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu mulai dikenal dan berkembang dengan pesta.  Hal itu dapat ditandai dengan perkembangan sastra Indonesia. Sebelum tahun 1928 pengarang sastra Indonesia terbatas orang-orang yang berasal dari Sumatra,  seperti Marah Rusli, AbdulMuis, Muhammad Yamin, Rostam Effendi, Merari Siregar dan lain-lain. Bagi  pengarang-pengarang itu bahasa Melayu adalah bahasa Ibu. Sedang bagi orang di luar Sumatra (Melayu), bahasa Melayu mrupakan bahasa asing. Pengaruh Sumpah Pemuda terhadap perkembangan bahasa Indonesia dapat ditandai dengan munculnya pengarang-pengarang dari luar Sumatra pasca Sumpah Pemuda, seperti kehadiran I Gusti Nyoman Panji Tisna, Y.E. Tatengkeng dan pengarang lainnya.
Kedudukan bahasa Indonesia dengan jelas dinyatakan dalam UUD ’45 Bab XV Pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Dalam kondisi masyarakat yang multi etnis, dan multi bahasa etnis, memang diperlukan bahasa yang dapat menjadi alat komunikasi dan mempersatukan multi etnis itu. Dalam hal ini sesuai dengan Bab XV pasal 36 bahasa Indonesia media komunikasi dan pemersatu antar etnis tersebut. Ketiadaan bahasa yang dapat menjadi media komunikasi antar etnis di suau negara dapat menimbulkan kestabilan negara itu sendiri.  Menurut Samsuri (1985:27-28) banyak negara yang telah merdeka secara polisitik bertahun-tahun, tetapi masih belum dapat mengatasi ahasa nasionalnya. Di Philipina, meskipun secara resmi telah dinyatakan ahwa ahasa tagalog sebagai bahasa nasional,banyak orang yang memakai bahasa Inggrsis sebagai bahasa resmi. Di Malaysia meskipun sejak tahun 1967 telah dinyatakana bahasa melayu seagai bahasa resmi, justru ahasa Inggris yang mendapat tempat lebih baik. Di Kenya, masyarakat tidak mau membaca literatur yang ditulis bukan bahasa dialeknya.
Istilah ”bahasa Indonesia” itu sendiri  sebenarnya belum lama muncul di  Indonessia, bahkan di dunia. Dibanding dengan bahasa lain seperti bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Sansekerta. Keberadaan bahasa Indonesia baru muncul sekitartahun 1928, saat dikumandangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda Tahun 1928 yang berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional kita, merupakan langkah pertama yang menentukan di dalam garis kebijaksanan mengenai bahasa nasional kita. Demikian juga Undang-Undang Dasar1945, Bab XV, Pasal 36  yang menyatakan bahwa ”Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia”, memberikan dasar yang kuat bagi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung pada tingkat nasional, dan bahasa resmi kenegaraan (Halim, 1984:15-16).   Bahasa Indonesia mempunyai peran yang sangat penting di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, karena bahasa Indonesia telah mempersatukan bangsa di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataannya. Bahasa Indonesia dipakai di seluruh Indonesia, di daerah-yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, keudayaan dan kesukuannya, dan di dalam lapisan masyarakat yang berbeda-beda pula latar belakang pendidikan serta kepentingannya (Halim, 1979:39).  Sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, dan kenyataan yang ada, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan ahasa negara. Sesuai dengan Bab XV Pasal 36 UUD ’45 yang menyatakan bahwa “bahasa negara adalah bahasa Indonesia”,  dengan sendirinya bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis  yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan bahasa nasional sebagai alat komunikasi antar etnis, dan perlu bahasa  untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.yaitu bahasa negara. 

1.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional
Sesuai dengan isi Sumpah Pemuda 28 Oktiober 1928 dan UUD 1945 Bab XV Pasal 36, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional.  Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat yang  memungkinkan penyatuan  berbagai-bagai suku bangsa  dengan latar belakang social budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsan Indonesia, dan (4) alat perhubungan antardaerah  dan antarbudaya.
Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan kebangsaan hendaknya disadari oleh setiap bangsa  Indonesia. Tidak setiap bangsa mempunyai bahasa yang dapat mempersatukan  penduduknya. Philipina misalnya,  meskipun secara resmi bahasa Tagalog dinyatakan sebagai bahasa nasional, dalam praktiknya masyarakatnya justru memakai bahasa asing, bahasa Inggris untuk   berkomunikasi dalam tingkat nasional.  Bahasa Indonesia menjadi kebanggaan bangsa karena bahasa Indonesia merupakan produk budaya bangsa.
            Bahasa Indonesia sabagai lambang identitas nasional hendaknya disadari oleh bangsa Indonesia. Setiap bangsa memerlukan identitas diri yang bernilai positif. Identitas yang positif akan menimbulkan citra positif pula di mata dunia. Sebaliknya, identitas negatif meinmbulkan citra yang negatif pula. Identitas negara penjajah bagi beberapa negara Barat menimbulkan kesan yang negatif. Bahasa Indonesia sebagai identitas nasional bagi bangsa Indonesia  menimbulkan citra positif bagi bangsa Indonesia. Dengan  fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional,  bangsa Indonesia dapat dikenal oleh bangsa asing salah satunya dari identitas bahasa yang dipakai.
            Bahasa Indonesia sebagai alat  yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai  suku bangsa  dengan latar belakang sosial budaya    dan bahasanya masing-masing ke dalam  kesatuan kebangsaan Indonesia.  Indonesia adalah negara yang luas dengan penduduknya yang multi suku bangsa.  Setiap suku bangsa mempunyai bahasa dan budaya yang berbeda dengan suku bangsa yang lain. Dari segi ragam budaya, hal itu merupakan suatu keunggulan tersendiri. Tetapi dengan bahasa yang berbeda-beda dapat menimbulkan masalah dalam berkomunikasi, karena antar suku bangsa tidak saling memahami bahasa suku bangsa yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu bahasa yang dapat  menyatukan seluruh suka bangsa di Indonesia ini.  Bahasa yang dapat menyatukan suku bangsa di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal itu  berarti bahwa bahasa daerah tidak diperlukan lagi. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya suku bangsa  harus tetap dipertahankan.
Bahasa  Indonesia  sebagai alat perhubungan antar budaya dan antar daerah mempunyai peranan penting. Latar belakang sosial budaya dan latar belakang  kebahasaan nyang berbeda-beda itu tidak pula menghambat  adanya perhubungan antar daerah  dan antar budaya (Halim, 1979:51). Berkat adanya bahasa nasional, kesalahpahaman akibat  perbedaan latar belakang sosial budaya  dan bahasa tidak perlu terjadi.  

Secara  umum, fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Namun  secara politis bahasa mempunyai kedudukan yang vital dalam suatu negara, karena bahasa itu mempunyai beberapa fungsi  di samping fungsi komunikasi. Bahasa Indonesia seagai bahasa nasional mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
(1)   Sebagai lambang kebanggaan nasional
(2)   Sebagai lambang identitas nasional
(3)   Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa ke dalam kesatuan bangsa Indonesia
(4)   Alat penghubung antar daerah dan antar budaya

1.2.1        Bahasa Indonesia Sebagai Lambang Kebanggaan Nasional
Apabila kita bandingkan dengan kondisi beberapa negara seperti Malaysia, Philipina, India, Kenya kita pantas berbangga mempunyai bahasa nasional bahasa Indonesia.  Akibat banyaknya bahasa daerah di Indonesia, sering kita tinggal di tempat yang hanya dipisahkan selat atau gunung, bahasanya sudah berbeda dan saling tidak mengerti bahasa yang dipakai kedua daerah yang dibatasi oleh gunung atau selat itu. Jawa dan Madura serta Jawa an bali hanya dibatasi oleh selat, namun masing-masing memiliki ahasa yang berbeda. Jawa dan Sunda merpakan daerah yang hampir tanpa pembatas laut atau gunung, namun memiliki bahasa yang bereda pula.
Sudah sepantasnyalah kita bangga dengan bahasa Indonesia. Beberapa negara besar di dunia ini, meskipun  negara adikuasa, ada yang tidak mempunyai bahasa sendiri. Amerka dan Australia yang mendiami dua benau besar itu hingga sekarang masih memakai bahasa Inggris. Di masyarakat dunia tidak dikenal bahasa Amerika atau bahasa Australia.

1.2.2        Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas Nasional
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai identitas yang kuat. Identitas itu dapat berupa bahasa, teknologi, agama,  ataupun  budaya yang lain. Bangsa yang besar dapat ditandai pula dengan pengaruh bahasanya yang besar terhadap bangsa lain. Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, merupakan identitas bagi masing-masing bangsa pemilik bahasa itu. Mereka  semua dadalah bangsa yang besar yang bahasanya banyak dipelajari oleh bangsa lain. 
Dengan semakin berkembangnya bahasa Indonesia akan memperkuat identitas nasional.  Oleh karena itu apabila bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional, harus disertai  upaya untuk pengembangan bahasa Indonesia bagi semua warga negara Indonesia.

1.2.3        Bahasa Indonesia Sebagai Alat Penyatuan Bangsa
Indonesia termasuk negara yang unik, terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil, bermacam etnis, dan agama, dan bahasa. Keberadaan selat, laut, dan gunung-gunung mengisolasi  daerah-daerah tertentu, sehingga memungkinkan daerah itu mengalami perkembangan tersendiri, yang terpisah dengan daerah luar. Demikian pula perkembangan bahasa yang mereka miliki. Dengan bahasa yang berbeda-beda bangsa ini akan sulit bersatu, karena untuk bersatu memerlukan kesamaan paham. Kesamaan paham itu akan dapat tercapai apabila ada satu bahasa yang dapat mewakili bahasa-bahasa daerah itu. Hadirnya beragai macam bahasa yang dimiliki masing-masing etnis memerlukan satu bahasa yang dapat menjembatani komunikasi antar etnis itu.  Dalam hal ini bahasa Indonesia-lah yang mampu menjembatani dan mewakili keberadaan berbgai macam bahasa daerah  di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri masih banyak masyarakat, terutama masyarakat pedalaman yang buta bahasa Indonesia. Namun harus diakui bahwa  dewasa ini bahasa Indonesia berkembang dengan pesat, bahkan ada gejala yang tidak diinginkan, yaitu menggeser kedudukan bahasa daerah. Idealnya, bahasa daerah dan bahasa Indonesia berkembang bersama berdampingan menjalankan fungsinya masing-masing. Namun dominasi bahasa Indonesia terhadap bahasa daerah sulit dihindari. Dengan semakin majunya dunia pendidikan, Iptek, dan media massa maka masyarakat pedalaman akan semakin memahami bahasa Indonesia, karena hal itu akan merupakan kebutuhan. Bahasa Indonesia akan  menjadi penyatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerah yang berbeda. 
    
1.2.4 Bahasa Indonesia Menjadi Alat  Penghubung antar  Daerah dan antar Budaya
            Fungsi bahasa Indonesia sebagai  penyatu berbagai suku bangsa dengan sendirinya bahasa Indonesia menjadi alat pnghubung antar daerah dan antar budaya. Bab XV pasal 36 UUD ’45  menjadi dasar hukum fungsi bahasa Indonesia. Negara Indonesia  wilayahnya yang terpisah-pisah oleh laut. Hal itu menjadikan hambatan untuk bernteraksi. Akibatnya tiap-tiap daerah mengembangkan kebudayaannya sendiri (termasuk bahasa) sesuai dengan geografis daerah mereka. Oleh karena itu Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya. Dengan keragaman budaya dan daerah-daerah yang terpisah oleh laut, diperlukan alat penghubung  antar daerah dan antar budaya.  Bahasa Indonesia-lah satu-satunya bahasa di Indonesia yang dapat menjadi alat penghubung antar daerah dan antar budaya itu.
  
1.3 Fungsi  Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
            Di dalam kedudukannya  seebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat  nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan illmu pengetahuan serta teknologi modern.

            Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan  menjadi bahasa yang dipakai dalam situasi resmi kenegaraan baik  bahasa lisan maupuin bahasa tulis. Dalam kegiatan yang bersifat kenegaraan seperti dalam pidato, upacara, surat-menyurat dan dokumen negara  memakai bahasa Indonesia.  Halim (1979:53) menyatakan bahwa  untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan  dengan sebaik-baiknya, pemakaian bahasa Indonesia di dalam  pelaksanaan administrasi pemerintahan  perlu senantiasa dibina  dan dikembangkan,  penguasaan bahasa Indonesia perlu  dijadikan salah satu faktor   yang menentukandi dalam pengembangan  ketenagaan seperti  penerimaan karyawan baru,  kenaikan pangkat baik sipil maupun militer,  dam pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam maupun di luar negeri.   
 Bahasa Indonesia sebagai  bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan telah diterapkan  di lembaga-lembaga  pendidikan seluruh wilayah Indonesia. Di daewra-daerah yang penguasaan bahasa daerah dominan, sampai tahun ketiga  pada pendidikan dasar diperkenankan memakai bahasa daerah. Pada usia sampai tahun ketiga pendidikan dasar, anak-anak di daerah, terutama daerah pedalaman, kebanyakan anak hanya menguasai bahasa ibu.
Bahasa Indonesia sebagai  alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan,  mempunyai peranan penting dalam  kehidupan bernegara, mengingat  bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan bahasa yangberagam pula.  Negara Indonesia memerlukan bahasa yang dapat menjembatani berbagai suku bangsa di Indonesia. Peran itu dapat dilakukan oleh bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan  serta Teknologi Modern. Bahasa Indonesia bahasa resmi dalam dunia pendidikan. Dengan demikian bahasa Indonesia  mampu berperan sebagai bahasa  ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesiasebagai bahasa  yang mampu berperan sebagai bahasailmu pengetahuan dengan sendirinya juga mampu dipakai sebagai alat  pengembangan kebudayaan. Dengan demikian bangsa   Indonesia  tidak sepenuhnya  terganrtung pada bahasa asing  untuk mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia telah mampu berperansebagai bahasa ilmu pengetaguan, terbukti  banyak buku ilmu pengetahuan yang telah diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia. Karya ilmiah anak bangsa sebagai karya akhir di perguruan tinggi seperti skripsi, tesis,  disertasi,  dapat diwadahi dalam bahasa Indonesia.      


               
Perlatihan:
1.  Berdasarkan Sumpah Pemuda 1928 dan UUD 1945, bahasa Indonesia berkedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebutkan dan jelaskan  kedudukan bahasa Indonesia  sebagai bahasa negara!

2.  Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional. Buatlah kelompok yang terdiri atas empat orang! Diskusikan  mengapa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional!

3.   Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Apakah yang dimaksud dengan  bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional?  Jelaskan! Anda dapat mendiskusikan dengan kelompok Anda!

4. Jelaskan pula yang dimaksud bahas Indonesia  sebagai alat penyatuan bangsa dan sebagai  alat penghubung antar daerah dan antar budaya!











BAB II
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN


Standar Kompetensi:  Memahami Ejaan dan Unsur Serapan dalam Bahasa Indonesia
Kompetensi dasar      : a. Memahami pemenggalan kata dalam bahasa Indonesia
                                       b. Menerapkan EYD dalam bahasa tulis sehari-hari
                                       c. Menguasai  penulisn unsur serapan dalam bahasa    Indonesia


Indikator: 
1, Memahami kaidah pemenggalan kata dalam bahasa Indonesia
2. Menguasai penulisan huruf kapital dalam bahasa Indonesia.
3. Memahami penulisan huruf miring dan penulisan kata gabung dalam bahasa Indonesia. 
4. Menerapkan penulisan partikel dan akronim dalam bahasa Indonesia.
5. Menguasai penulisan lambang bilangan dan tanda baca dalam bahasa Indonesia.
6.Memahami penulisan unsur  serpan dalam bahasa Indonesia.

Tujuan
1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami kaidah pemenggalan  bahasa Indonesia dengan benar
2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami penulisan huruf kapital  bahasa Indonesia  dengan tepat
3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan penulisan huruf miring dan penulisan kata gabung  dalam  bahasa Indonesia  dengan tepat
4. Setelah melakukan diskusi,  mahasiswa dapat menjelaskan penulisan partikel dan  akronim dalam bahasa Indonesia  dengan tepat.
5. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami lambang bilangan dalam bahasa Indonesia dengan benar.
6. Melalui diskusi, nahasiswa mampu menerapkan penulisan unsur serapan dengan benar.



2.1 Dasar Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang   Disempurnakan
            Bahasa yang baik, adalah bahasa yang mempunyai huruf. Suatu bahasa paling tepat ditulis dengan huruf yang dimilikinya. Apabila suatu bahasa ditulis dengan huruf yang ukan huruf miliknya, maka akan timbul masalah. Bahasa Arab hanya tepat ditulis dengan huruf Arab. Bahasa Jawa hanya tepat ditulis dengan huruf Jawa. Bahasa Cina hanya tepat ditulis dengan huruf Cina. Adanya perbedaan karakter suatu bahasa dengan huruf bahasa yang lain  dapat menimbulkan masalah penulisan.
Berbeda dengan bahasa Jawa, bahasa Indonesia termasuk bahasa yang tidak mempunyai huruf. Ejaan bahasa Indonesia bukan ejaan yang khusus diciptakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan (huruf) dalam bahasa Indonesia ejaan yang dipakai oleh banyak bahasa asing yang lain seperti bahasa Inggris, Perancis, Rusia dan lain-lain. .  Ejaan itu memakai sistem  ejaan fonemik. Artinya setiap bunyi bahasa (fonem) dalam  bahasa Indonesia dilambangkan dalam satu huruf. Namun ternyata  tidak semua fonem dalam bahasa Indonesia tertampung dalam huruf latin. Ada beberapa bunyi yang tidak dapat diwakili oleh satu huruf. Akibatnya ada beberapa bunyi konsonan yang sebenarnya terdiri atas satu huruf terpaksa ditulis dalam dua huruf. Bunyi konsonan itu seperti berikut ini.


Konsonan dua huruf

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
Kh
Khayal
Akhlak

Tarikh
Ng
Ngarai
Bunga
Barang
Ny
Nyiru
Banyak
-
Sy
Syair
 Isyarat
Arasy

Pemerintah telah menyusun Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berdasarkan Keputusan  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Republik Indonesia  Nomor 0543a/U/1987, tanggal  9 Septemer  1987, dicermatkan pada Rapat Kerja   Ke-30  Panitia Kerja Sama Kebahasaan  di Tugu, tanggal  19-20 Desember 1990 dan diterima  pada sidang ke-30  Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan , tangga 4-6 Maret 1991.

2.1.1 Pemenggalan Kata
            Pemenggalan kata dimaksudkan untuk  memenggal atau memotong kata apabila kita tidak cukup menuliskan dalam satu larik.  Pemenggalan kata berkaitan dengan  penulisan, bukan pengucapan  (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999: 1179).  Pemenggalan kata tidak sama dengan penyukuan kata. Prinsip yang dipergunakan dalam pemenggalan kata adalah prinsip gramatikal dan prinsip ortografis. Pedoman Pemengalan Kata telah disahkan dalam Rapat Kerja Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, Tanggal 16–20 Desember 1991 dan Sidang ke-30 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia  di Bandar  Seri Begawan, tanggal  4-6 Maret 1991.
            Pemenggalan kata dibedakan antara pemenggalan kata dasar, kata jadian, dan kata gabung.  Kesalahan yang sering dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia tulis  karena mereka menyamakan pemenggalan kata dasar, kata jadian, dan kata gabung. Keslahan itu juga disebabkan mereka tidak tahu bahwa kata yang dipenggal  adalah kata dasar atau kata gabung.

2.1.1.1 Pemenggalan Kata Dasar
            Pemenggalan kata dasar harus dilihat pola  kata dasar itu. Di dalam bahasa Indonesia ada kata dasar yang di tengahnya terdapat satu vokal yang diapit konsonan, dan ada pula kata dasar yang di tengah kata terdapat dua vokal yang diapit oleh konsonan.  Apabila di tengah kata ada satu vokal yang diapit konsonan, pemenggalan dilakukan sebelum  konsonan yang mengapit pertama. Apabila di tengah kata ada dua vokal yang diapit konsonan, pemenggalan dilakukan  di antara kedua vokal. Perhatikan contoh berikut ini!

Se.pak     (vokal  a diapit oleh konsonan p  dan  k)
KV.KVK
Bu.at   (vokal  u dan a diapit oleh konsonan b dan t)
            Di dalam bahasa  Idonesia, baik  bahasa Indonesia asli maupun unsur serapan  yang di tengah kata ada dua konsonan  atau lebih yang diapit oleh vokal, pemenggalan kata dasar  selalu dilakukan  di antara konsonan pertama dan kedua. Di dalam bahasa Indonesia terdapat 1, 2, 3, dan 4 konsonan yang diapit oleh vokal. Bentuk pemenggalan itu seperti berikut ini.

Pemenggalan Kata Dasar
Satu konsonan diapit vokal
Dua konsonan diapit vokal
Tiga konsonan diapit vokal
Empat konsonan diapit vokal
bu.ku
lan.car
kom.plek
ek.strak
la.ri
ob.ral
as.tral
in.struk.si
ti.ba
put.ra
ban.drek
tran.skrip


2.1.1..2 Pemenggalan Kata Jadian
            Pemenggalan kata jadian berbeda dengan kata dasar. Pemenggalan kata jadian dibedakan antara pemenggalan kata berimbuhan dan pemenggalan bentuk gabungan.

2.1.1.2.1 Pemenggalan kata berimbuhan
            Di dalam pemenggalan kata berimbuhan awalan dan akhiran diperlakukan segai satuan terpisah. Untuk memenggal kata berimbuhan  harus diketahui dahulu bentuk dasarnya, karena pola yang sama dalam sebuah kata jadian mungkin mempunyai bentuk dasar  dengan pola yang berbeda. Hal itu tampak dalam contoh berikut ini.

Kata Jadian
Bentuk Dasar
Pemenggalan
mengajarkan
mengirimkan
Ajar
kirim
meng-a-jar-kan
me-ngi-rim-kan

 2.1.1.2.2 Pemenggalan  Bentuk Gabungan
            Pemenggalan bentuk gabungan dipenggal lebih dahulu atas satuan-satuannya, kemudian alternatif pemenggalan pada satuan-satuan itu. Di dalam penulisan, pemenggalan dilakukan dapat didasarkan pada  tempat yang tersedian pada bagian larik akhir.

Bentuk Gabungan
Satuan-Satuannya
Pemenggalan
ekstrakurikuler
bagaimana
bioskop
ekstra-kurikuler
bagai-mana
bio-skop
eks.tra-ku.ri.ku.ler
ba.gai-ma.na
bi-o-skop


2.1.1.2.3 Pemenggalan bentuk trans an eks
            Bentuk pemenggalan yang sering membingungkan pemakai bahasa Indonesia adalah pemenggalan  kata-kata bentuk trans dan eks. Kedua bentuk itu ada yang diperlakukan sebagai bentuk  dasar dan ada yang diperlakukan sebagai bentuk  kata gabung. Jika trans diikuti dengan bentuk terikat (diperlakukan sebagai bentuk dasar), pemenggalan dilakukan  dengan mengikuti pola kata dasar. Jika trans diikuti bentuk bebas (diperlakukan sebagai kata gabung)  pemenggalan dilakukan dengan  memisahkan trans sebagai bentuk utuh.  Berbeda dengan pemenggalan bentuk eks, bentuk trans sulit dibedakan   antara trans yang diikuti bentuk terikat dengan trans yang diikuti bentuk bebas.  Berikut ini contoh pemenggalan bentuk trans yang diikuti bentuk  terikatdan trans yang diikuti bentuk bebas,

Trans diikuti bentuk terikat
Trans diikuti bentuk bebas
tran-sfer
tran-skrip
tran-sla-si
tran-si-si
Trans-ak-si
trans-mig-ra-si
trans-fu-si
trans-por


            Untuk mengetahui trans diikuti bentuk terikat ata bebas, memang tidak mudah. Untuk itu sebaiknya jika akan memenggal bentuk trans, perlu diperhatikan bentuk penggalannya, dapat berdiri sendiri ataukah tidak. Apabila dapat berdiri sendiri dapat diidentifikasi bahwa bentuk trans itu diikuti bentuk bebas. Sebagai contoh kata transmigrasi dapat dipisah antara trans dan migrasi.Migrasi ternyata dapat beriri sendiri, misalnya dalam kalimat “Banyak petani yang tidak mempunyai lahan trensmigrasi ke luar Jawa”.
            Pemenggalan bentuk eks tidak begitu rumit.  Bentuk eks dapat disejajarkan dengan bentik in atau im.  Apabila unsur ek  dapat disejajarkan dengan bentuk in atau im, pemenggalan dilakukan antara eks dan unsur berikutnya.  Berikut ini contoh pemenggalan bentuk eks.


ek tidak mempunyai bentuk sepadan in atau im
Ek mempunyai bentuk sepadan in atau im
ek.spres
ek.strak
ek.strem
ek.spe.ri.men
eks.tern/in.tern
eks.tra/in.tra
eks.pre.sif/im.pre-.sif
eks.trin.sik/in.trin.sik

2.1.1.2.4 Pemenggalan Unsur Serapan Asing Berakhir –isme
            Pemenggalan unsur serapan asing berakhir  -isme dapat dibedakan antara isme yang didahului  oleh huruf vokal dan -isme yang didahului huruf konsonan.  Pemenggalan  unsur serapan asing yang berakhir –isme yang didahului huruf vokal, dilakukan setelah huruf vokal. Pemenggalan unsur serapan asing yang berakhir -isme  dan didahului huruf konsonan dilakukan sebelum huruf konsonan itu, seperti contoh berikut ini. 

-isme didahului oleh vocal
-isme didahului oleh konsonan
Unsur serapan
Pemenggalan
Unsur Serapan
Pemenggalan
Hinduisme
heroisme
egoisme

Hin.du.is.me
he.ro.is.me
e.go.is.me
Patriotisme
animisme
jurnalisme
pat.ri.o.tis.me
a.ni.mis.me
jur.na.lis.me

2.1.2 Pemakaian Huruf Kapital
            Ada beberapa jenis kesalahan yang sering dijumpai dalam pemakaian huruf kapital. Kesalahan itu pada (1) penulisan huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang; (2) Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan pangkat; (3) Penulisan huruf pertama nama geografi; (4) Penulisan huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,serta dokumen resmi;  (5) Penulisan kata penunjuk hubungan kekerabatan; (6) Huruf pertama kata ganti Anda;  dan (7) Penulian akronim.
      Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dinyatakan  bahwa  huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama  gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Hal itu berarti tidak berlaku bagi penulisan gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.  Berikut ini contoh penulisan gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan.
Contoh:
Setahun yang lalu Mahaputra Yamin mendapat gelar   kehormatan mahaputra.
Setelah Sultan Hamengkubuwono IX wafat, kedudukan sultan digantikan sultan  yang baru
Seorang haji seperti Haji Tabrani yang suka beramal itu perlu diteladani.
            Penulisan huruf  pertama unsur jabatan dan pangkat  perlu mendapat perhatian. Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan pangkat ditulis huruf kapital bila diikuti ama orang.
Contoh:
            Baru satu bulan Gubernur Soekarwo dilantik menjadi  gubernur.
            Di Indonesia, pangkat jendral yang pertama kali disandang oleh Jendral Sudirman.

Penulisan huruf pertama nama geografi, penulisan huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,serta dokumen resmi,  penulisan kata penunjuk hubungan kekerabatan, huruf pertama kata ganti Anda,  dan penulian akronim perlu mendapat perhatian. Banyak kesalahan yang dijumpai pada penulisan unsur-unsur itu.Berikut ini contoh penulisan yang benar dan contoh penulisan yang salah. 



Salah
Benar
Ia menyeberangi selat  Madura
Ia menyeberangi Selat
Undang-undang  Dasar ‘45
Silakan  bapak dan ibu duduk!
Siapakah nama anda?
Ia seorang taruna  AKABRI
Ia menyeberangi Selat Madura
Iamenyeberangi selat
Undang-Undang Dasar ‘45
Silakan Bapak dan Ibu duduk!
Siapakah nama Anda?
Ia seorang taruna Akabri.

2.1.3 Penulisan Kata
            Penulisan kata  dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan sudah diatur demikian rupa, namun masih sering dijumpai beberapa kesalahan  yang dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia.  Penulisan kata  dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan  dibedakan antara  penulisan kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, kata ganti  -ku, -kau, -mu, dan –nya. Penulisan kata si dan sang,  partikel. Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Jika bentuk dasar berupa gabungankata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Bentuk dasar yang berupa gabungan kata  mendapat awalan danakhiran sekaligus, unsur gabungankata itu ditulis serangkai.Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai sebagai kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.      
            Aturan selanjutnya ialah bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Gabungan kata, termasuk istilah khusus,  yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.   

Berikut ini bentuk yang sering ditulis secara  salah..

Bentuk  Kata
Salah
Benar
Kata turunan
antar kota
ekstra kurikuler
Tuhan Maha Kuasa.
Tuhan Mahaesa
Antarkota
ekstrakurikuler
Tuhan  Mahakuasa
Tuhan Maha Esa
Gabungan kata
Dutabesar
Duta besar
Kata ganti
Jangan kau ambil milikku.
Jangan kauambil milikku.
Kata depan
Baik disana maupun disini sama saja
Kemana ia pergi?
Baik di sana maupun di sini sama saja.
Ke mana ia pergi
Partikel pun
Apapun yang terjadi, biar pun berbahaya, kendatipun dilarang, ia tetap melakukan.
Apa pun yang terjadi, biarpun berbahaya, kendatipun dilarang, ia tetap melakukan.
Partikel per
Satu persatu karyawan itu menghadap pimpinan.
Kuliah per31 Agustus 2009.
Beasiswa dierikan perbulan.
Satu per satu karyawan itu menghadap pimpinan.
Kuliah per 31 Agustus 2009.
Beasiswa diberikan per bulan.

2.1.4 Penulisan Angka
            Angka dipakai untuk menyatakan lambang ilangan atau nomor. Ada dua macam angka yang dipakai dalam bahasa Indonesia, yaitu angka Arab dan angka Romawi. Pemakaian angka Romawi tidak seproduktif pemakaian angka Arab. Pemakaian angka Romawi didasarkan pada huruf, dan hanya lazim digunakan untuk penomoran halaman depan buku, dan untuk bilangan tingkat.
            Angka Arab                :       0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
            Angka Romawi:      I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
            Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan lambang bilangan.

Jenis lambang bilangan
Salah
Benar
Nilai Uang
Rp 1.000.000,00
Rp1.000.000,00
Satuan waktu
Pukul 18. 30:15
Pukul 18.30.15
Bilangan tingkat
Anak  ke 5
Anak ke-V
Anak ke-5
Anak V
Lambang bilangan yang dapat dinyataan dengan sau atau dua kata
Jumlah siswa 110 orang.

Jumlah siswa lima puluh laki-laki, dan enam puluh perempuan.
Jumlah siswa seratus sepuluh orang.
Jumlah siswa 50 laki-laki, dan 60 perempuan.
Pada awal kalimat
10 0rang mahasiswa berprestasi  mendapat penghargaan.
Dua puluh lima mahasiswa berprestasi mendapat penghargaan.
Sepuluh orang mahasiswa berprestasi mendapat penghargan.
Mahasiswa berprestasi yang mendapat penghargaan 25 orang.

2.1.5 Tanda Baca
            Tanda baca harus dipakai secara cermat.Ketidak cermatan pemakaian tanda aca dapat mengubah makna. Hal itu dapat kita lihat pada penulisan nama Sunarno S.H. dan Sunarno, S.H.  Penulisan yang pertama tidak memakai tanda baca koma, sedang peulisan yang kedua memakai tanda baca koma. Panda penulisan yang pertama singkatan S.H. berarti singkatan nama orang, sedang S.H. yang kedua berarti singkatan dari Sarjana Hukum.Tanda koma pada penulisan itu membedakan antara singkatan nama orang dan gelar akademik. Bentuk kesalahan pada pemakaian tanda baca yang seringdijumpai seperti berikut ini.

Tanda baca
Salah
Benar
Tanda titik (.)
Ikhtisar atau daftar
1.1.
1.2.
Nama orang
SB Yudoyono
Gelar
SH (Sarjana Hukum)
a/n  (atas nama)
an. (atas nama
d/a

1.1
1.2

S.B. Yudoyono

S.H.
a.n. (atas nama)

d.a.
Tanda koma
Gelar akademik
Prasetyo Utomo  M.Pd.

Prasetyo Utomo, M.Pd.
Tanda seru
Pergilah !
Pergilah!

2.2 Pembentukan istilah
            Yang dimaksud dengan istilah ialah  kata  atau gabungan kata  yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau siat yang khas dalam bidang tertentu.  Istilah dapat dibedakan antara istilah khusus dan istilah umum. Menurut Tim  Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa istilah khusus ialah istilah yang pemakaiannya  dan/atau maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu, sedangkan istilah umum adalah istilah yang menjadi unsur bahasa  yang digunakan secara umum.
Misalnya:
                        Istilah Khusus                                    Istilah Umum 
                        vonis                                                    ekstra
                        prasmanan                                           global
                        debet                                                   agenda

Ada beberapa sumber yang dapat dijadikan istilah dalam bahasa Indonesia, yaitu   kosakata  bahasa Indonesia, kosa kata bahasa serumpun, dan kosa kata bahasa asing. Syarat kata Indonesia yang dapat dijadikan istilah ialah kata umum baik yang lazim maupun yang tidak lazim, yang memenuhi salah satu syarat  yang telah ditentukan. Syarat-syarat itu ialah: (a)  Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna  konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan; (b) Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama  seperti gulma dan tumbuhan penggangggu. (c) Kata yang tidak bernilai rasa (berkonotasi) buruk dan sedap didengar, seperti tuna rungu jika dibandingkan dengan tuli.
Istilah dapat dibentuk  dari kosakata bahasa serumpun.  Kosakata bahasa serumpun dijadikan sumber istilah apabila  di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan  istilah yang dengan tepat  dapat mengungangkan konsep, proses, keadaan, atau sifat  yang dimaksudkan. Bahasa serumpun yang dijadikan sumber istilah baik yang lazim maupun yang tidak lazim.
Misalnya:
            gambut  (Banjar)                     peat (Inggris)  
            nyeri (Sunda)                          pain (Inggris)
            Bahasa asing dapat dijadikan sumber  peristilahan Indonesia apabila tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa

serumpun. Pembentukan istilah baru itu dengan jalan  menerjemahkan, menyerap,  dan menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing.
Menerjemahkan:
            Samenwerking - kerjasama
Penyerapan:
            Energy - energi

Penyerapan dan penerjemahan sekaligus
Subdevision -  subbagian
            Tidak semua istilah asing yang dijadikanistilah baru dalam bahasa Indonesia dengan jalan diterjemahkan, diserap, dan diserap sekaligus diterjemahkan. Istilah asing yang ejaannya betahan dalam banak bahasa  juga dipakai dalamahasa Indonesia  dengan syarat diberi garis bawah arau dicetak miring. Misalnya kata allegro moderato yang berarti kecepatan sedang (dalam musik)



Perlatihan
I.   Penggallah kata-kata berikut ini sesuai dengan ketentuan Pedoman Pemenggalan Kata!
1.      eksperimen      6. fotografi                  11. ekspansi                 16. halalbihalal
2.      eksponen         7. putra                        12. pulau                     17. infrastruktur
3.      eksklusif          8. bioskop                    13. survei                     18. patriotisme
4.      atmosfer          9. transplantasi            14. aerobik                  19. ekstrem
5.      transmigrasi     10. transaksi                15. audiovisual            20. transliterasi

II. Penulisan akronim ada yang ditulis  dengan huruf besar semua, huruf pertama saja yang ditulis dengan huruf besar, dan ada yang ditulis dengan huruf kecil semua?. Bagaimanakah aturan penulisan akronim tersebut? Jelaskan!


III.Tulis kembali kalimat-kalimat berikut ini dengan ejaan yang benar.!
a.       Ia membaca buku yang bejudul Pengaruh Bulan Romadhon Terhadap Perekonomian Rakyat dari hari ke hari.
b.      Masihkah  anda  mempunyai Bapak dan Ibu?
c.       Sejak dilantik menjadi Presiden, Presiden Megawati tinggal diistana.
d.      Jangan kau perhatikan kejadian ditempat itu.
e.       Ia mengendarai mobil dengan kecepatan 2 km permenit
f.        Nama ilmiah buah manggis ialah Caicinia mangortama.
g.      Bambang Prakosa S.T. (sarjana teknik) ditempat itu digaji 2 juta rupiah perbulan.
h.      Tuhan  Maha  Esa, Maha Kasih, dan Maha  Mengetahui.
i.        Tepat pukul 12:30.10 W.I.B. acara itu dibuka.
j.        Dua puluh lima mahasiswa mengadakan bakti sosial  ke  daerah terpencil.


IV.Istilah-istilah asing tidak dapat begitu saja masuk ke dalam  istilah bahasa Indonesia. Bagaimanakah prosedur pemasukan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia? Jelaskan!





BAB III
BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA


Standar Kompetensi:   Memahami Kaidah  Bahasa Baku  Bahasa Indonesian
Kompetensi dasar     : a. Memahami ciri-ciri gramatikal kalimat baku  Bahasa Indonesia
                                      b. Memahami sebab-sebab ketidak bakuan bahasa Indonesia


Indikator: 
1, Memahami pengertian bahasa Indonesia baku
2. Mengidentifikasi  ciri-ciri kalimat baku bahasa Indonesia
3. Menjelaskan kontaminasi dalam bahasa Indonesia
4. Memahami interferensi  yang terjadi dalam  bahasa Indonesia 
5. Memahami lafal yang benar dalam bahasa Indonesia baku. 


Tujuan
1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami pengertian bahasa Indonesia baku.
2. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri kalimat baku  bahasa Indonesia.
3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan peristiwa kontaminasi dalam bahasa Indonesia.
4. Setelah melakukan diskusi,  mahasiswa dapat memahami interferensi dalam  bahasa Indonesia dengan enar.
5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami lafal yang benar dalam bahasa Indonesia  baku. 



3.1   Pendahuluan

Bahasa Indonesia  baku berbeda dengan bahasa Indonesia tak baku. Menurut Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku sama dengan bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia baku mempunyai beberapa keunggulan. Salah satu keunggulan bahasa Indonesia baku ialah seragam untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia tak baku tidak seragam untuk seluruh bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tak baku  sama dengan bahasa Indonesia tak resmi. Bahasa Indonesia tak resmi sama dengan bahasa Indonesia ragam dialek.
   Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia mempunyai kedudukan yang paling tinggi di antara bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai oleh hampir seluruh bangsa Indonesia  mendominasi pemakaian bahasa-bahasa di Indonesia. Bahasa-bahasa di Indonesia dapat dibedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa “yang bukan bahasa Indonesia”. Bahasa selain bahasa Indonesia jumlahnya banyak sekali di Indonesia. Bahasa-bahasa ini disebut bahasa daerah, dan dipakai oleh etnis-etnis  sesuai dengan nama bahasa itu. Misalnya bahasa Jawa dipakai oleh sebagian besar etnis Jawa, bahasa Sunda dipakai oleh sebagian besar etnis Sunda, bahasa Bugis dipakai oleh mayoritas etnis Bugis. Pemakaian ini tidak berarti bahwa bahasa daerah hanya  dipakai sebagai alat komunikasi etnis dari bahasa itu, tetapi biasanya juga dipakai etnis lain yang bersosialisasi dengan  etnis pemakai bahasa itu. Misalnya bahasa Jawa di Pulau Jawa juga dipakai sebagai alat komunikasi oleh etnis di luar Jawa yang telah lama tinggal di Pulau Jawa.
Bahasa Indonesia mempunyai posisi yang paling tinggi di antara bahasa-bahasa lain di Indonesia, karena kedudukan bahasa Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Dasar ’45. Di dalam UUD ’45 bab XV Pasal 36 dinyatakan bahwa Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Kedudukan bahasa daerah tidak diatur secara eksplisit di dalam UUD ’45.  Bahasa daerah hanya diatur dalam Penjelasan Tentang Undang-Undang dasar Negara Indonesia. Di dalam penjelasan tentang Bab XV Pasal 36 UUD ’45 dinyatakan “Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dsb.) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai oleh mayoritas bangsa Indonesia terdiri atas beberapa dialek, seperti bahasa Indonesia dialek Betawi, bahasa Indonesia di alek Medan, bahasa Indonesia dialek Ambon dan sebagainya. Gatot Susilo membedakan antara bahasa Indonesia resmi dan bahasa Indonesia tak resmi. Menurut Gatot Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku bertolak dari bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia resmi adalah bahasa Indonesia yang dipakai dalam situasi resmi.
Pemakaian bahasa Indonesia dapat dibedakan antra bahasa resmi dan bahasa tidak resmi. Bahasa Indonesia resmi dipakai dalam situasi resmi seperti di dalam upacara-upacara, rapat, dalam lembaga pensdidikan dan lain-lain.  Bahasa Indonesia tak resmi dipakai dalam situasi non-formal, atau situasi tak resmi. Di dalam situasi tak resmi masyarakat sering memakai bahasa Indonesia dialek. Pemakaian dialek ini cenderung dipengaruhi oleh geografis etnis masyarakat pemakainya. Masyarakat Betawi cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Betawi. Masyarakat Batak cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Batak, dan masyarakat Minangkabau cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Minangkabau. Moeliono (1988: 3) menyatakan bahwa dialek atau logat dikenal sebagai ragam daerah. Pernyataan Moeliono ini menyiratkan bahwa pengertian dialek cenderung pada pemakaian ragam bahasa pada tempat tertentu.
Dialek berasal dari bahasa Yunani, dialektos. Menurut Meilet dalam Ayatrohaedi (1979:2) xiri utama dialek ialah adanye perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan.   Harimurti Kridalaksana memberikan batasan dialek sebagai berikut.
Variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok  bahasawan di tempat tertentu (=dialek regional), atau oleh golongan tertentu  dari suatu kelompok bahasawan  (=dialek sosial); atau oleh kelompok bahasawan  yang hidup dalam waktu tertentu (dialek temporal)”  (Kridalaksana, 1982:34).  

Selanjutnya Kridalaksana membagi dialek menjadi empat macam (1982:34), yaitu dialek regional, dialek sosial, dialek temporal, dan dialek tinggi. Dialek regional adalah dialek yang dipakai oleh masyarakat dalam suatu tempat tertentu, seperti dialek Betawi. Dialek sosial adalah suatu dialek dalam kelompok sosial tertentu. Dialek temporal adalah dialek yang dipakai dalam waktu tertentu, seperti bahasa Jawa kuno. Dialek tinggi adalah variasi suatu bahasa yang dianggap sebagai standar, dan merupakan dialek yang dianggap lebih tinggi dari dialek-dialek lain.
Robins (1992: 60) memberi batasan tentang dialek, yaitu kesamaan jenis abstraksi seperti bahasa. Tetapi cakupan dialek lebih sedikit penutur, dan lebih mendekati bahasa sebenarnya yang digunakan oleh penuturnya. Jadi dialek merupakan bagian dari suatu bahasa yang luas, dengan ciri-ciri tertentu sesuai dengan ciri yang disepakati oleh kelompok regional, sosial, dan temporal. Bahasa Indonesia dialek Betawi adalah bahasa yang terdapat dalam wilayah Betawi, yang secara arbriter kekhasannya disepakati oleh masyarakat Betawi. Demikian juga bahasa Jawa kuna adalah bahasa Jawa yang secara temporal pemakaiannya disepakati oleh masyarakat Jawa  pada saat tertentu, yaitu pada zaman Majapahit.

3.2 Bahasa Baku
Di samping dialek dikenal pula bahasa baku. Bahasa baku merupakan bahasa yang dianggap mempunyai tempat lebih tinggi daripada dialek. Di dalam bahasa Indonesia sering terdengar imbauan agar memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang berada di luar dialek regional, maupun sosial, bahasa Indonesia yang baik dan benar mencakup daerah yang sangat luas pemakaiannya, yang dapat menembus daerah dialek regional maupun wilayah dialek sosial. Bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa Indonesia yang standar.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai banyak bahasa memang memerlukan bahasa persatuan. Di samping bahasa Indonesia, di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis biasanya tidak saling memahami  bahasa daerah yang satu dengan bahasa daerah yang lain, kecuali bagi yang sudah lama berinteraksi dengan bahasa daerah tertentu. Di samping bahasa daerah, masih terdapat banyak dialek di dalam bahasa Indonesia. Pemakaian berbagai macam dialek dalam perundang-undangan dan surat menyurat resmi akan dapat menimbulkan kesalahpahaman, karena ada kemungkinan suatu dialek tertentu tidak dipahami oleh pemakai dialek yang lain. Oleh karena itu penting mempunyai bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa seperti di Indonesia.
Pengertian bahasa baku menurut Kridalaksana mengacu pada bahasa standar. Selanjutnya Kridalaksana memberi batasan bahasa standar (standard language) sebagai berikut.: 1. ragam bahasa  atau dialek yang diterima untuk dipakai  dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi, berbicara di depan umum, dsb.; 2. Bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa (Kridalaksana, 1982: 21).
Sesuai dengan pendapat Kridalaksana, sebenarnya bahasa baku juga merupakan dialek. Bahasa baku merupakan dialek yang mempunyai posisi lebih penting daripada  dialek-dialek yang lain, karena diterima untuk dipakai dalam situasi resmi. Di samping itu bahasa baku  dipakai juga dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi, dan berbicara di depan umum. Dialek yang lain (di luar bahasa baku) kedudukannya tidak seperti dalam  bahasa baku, karena tidak dapat dipakai dalam situasi resmi, perundang-undangan, surat-menyurat resmi dan berbicara di depan umum. Pernyataan Kridalaksana tentang bahasa baku tersebut sesuai dengan pendapat  Robins.
 Menurut Robins (1992: 67)  yang dimaksud dengan bahasa baku ialah “sebuah dialek atau suatu kelompok dialek yang banyak persamaannya, yang mempunyai martabat tinggi sebagai bahasa orang terpelajar di ibu kota atau sebagai suatu kelompok masyarakat terhormat. 

Bahasa Indonesia yang mempunyai berbagai macam dialek memerlukan sebuah dialek yang diakui oleh semua penutur berbagai macam dialek tersebut. Dialek ini yang disepakati sebagai alat komunikasi antar penutur berbagai macam dialek tersebut. Bahasa baku dipakai sebagai alat komunikasi lintas dialek, karena dialek yang khas dari suatu daerah sering tidak dimengerti oleh penutur dialek lain.
Robin mengatakan  untuk mewakili bahasa baku menurut tradisi dan kebiasaan diambil dari bahasa kalangan terpelajar di ibu kota sebuah negara (1992: 60). Bahasa kaum terpelajar memungkinkan untuk diambil menjadi bahasa baku, karena kalangan terpelajar tersebar di seluruh wilayah negara. Bahasa kalangan terpelajar memungkinkan untuk menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu antara ragam dialek yang satu dengan dialek yang lain kadang-kadang mempunyai arti yang bertolak belakang. Kata sing bahasa Jawa standar mempunyai arti yang bertolak belakang dengan sing bahasa Jawa dialek Banyuwangi. Sing dalam bahasa Jawa standar berarti “yang”, sedang sing dalam bahasa Jawa dialek Banyuwangi berarti “tidak”. Kalimat Aku sing nulis dalam bahasa Jawa standar  berarti ‘Saya yang menulis’ tetapi di dalam bahasa Jawa dialek Using berarti ‘Saya tidak menulis’.  Oleh karena itu bahasa baku sebagai bahasa standar sangat diperlukan.
Kelompok-kelompok masyarakat tertentu, waktu, dan geografi memang cenderung menimbulkan terbentuknya dialek suatu bahasa. Oleh karena itu perlu adanya suatu dialek yang diakui oleh semua kelompok masyarakat. Dialek inilah yang disebut bahasa baku. Bahasa baku  menurut Moeliono (1988: 14) mempunyai empat fungsi, yaitu: fungsi pemersatu, fungsi pemberi khasan, fungsi pembawa kewibawaan, dan fungsi sebagai kerangka acuan. 
Bahasa baku diharapkan dapat mempersatukan masyarakat yang terdiri dari berbagaimacam etnis dan bahasa ataupun masyarakat-masyarakat yang memakai berbagai macam dialek. Di negara-negara tertentu  bahasa sering menimbulkan masalah yang dapat mengganggu stabilitas politik maupun keamanan suatu negara. Di Philipina, pemakaian bahasa Tagalok sebagai bahasa nasional  ternyata menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat di luar suku Tagalok (Samsuri, 1985: 27). Di Philipina bahasa Tagalok justru tidak mempersatukan berbagai macam suku dengan berbagai macam bahasa.  Hal ini berbeda dengan di Indonesia. Bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia, diakui oleh semua etnis di Indonesia untuk diangkat sebagai bahasa resmi, bahasa yang menjadi alat komunikasi berbagai macam etnis. Oleh karena itu bahasa Indonesia dapat berperan sebagai pemersatu.
Bahasa baku berfungsi pemberi khasan, berarti bahwa bahasa baku sebagai suatu dialek yang diakui oleh pemakai berbagai macam dialek mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dialek-dialek yang lain. Kekhasan bahasa baku ini dapat diterima oleh pemakai dialek di luar bahasa baku. Bahasa baku berfungsi pembawa kewibawaan, karena adanya suatu dialek yang diakui oleh seluruh masyarakat di suatu negara dapat menimbulkan kewibawan di hadapan negara lain. Bahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa melayu Sdingapura maupun bahasa Melayu malaysia. Bahasa Indonesia baku khas bahasa Indonesia yang dipakai oleh masyarakat terpelajar di Indonesia. Bahasa baku menjadi kerangka acuan, karena bahasa baku mempunyai kaidah dan gramatika yang jelas. Bahasa baku adalah bahasa yang standar, bahasa yang menjadi pedoman.

3.3   Bahasa Indonesia Baku

Telah dikemukakan oleh Robins (1992: 67) bahwa bahasa baku adalah  sebuah dialek  orang-orang terpelajar di ibukota yang banyak persamaannya sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat. Bertitik tolak dari pendapat Robins dapat dikemukakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia ragam  dialek yang mempunyai martabat tinggi, yang menjadi bahasa orang terpelajar sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat di Indonesia .
Gatot susilo (1990: 1) memberi batasan bahasa Indonesia baku  seperti berikut: “Bahasa Indonesia baku ialah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa Indonesia yang serius, bahasa Indonesia yang tertib, bahasa Indonesia yang sangkil, bahasa Indonesia yang resmi, bahasa Indonesia yang menjadi ukuran (patokan)”.
Bahasa Indonesia baku tidak hanya baik, tetapi harus benar, bahasa yang baik seperti bahasa yang dipakai dalam karya sastra belum tentu benar. Bahasa Indonesia baku merupakan perpaduan antara bahasa yang baik dan benar. Pengertian benar dalam bahasa Indonesia baku terutama harus memenuhi kaidah gramatika dalam bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang tertib harus taat asas, harus konsisten. Bahasa Indonesia yang tidak tertib merupakan hasil pelanggaran dari pemakai bahasa. Unsur interferensi merupakan contoh ketidaktertiban dalam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang dipakai penyiar siaran lagu-lagu dalam siaran radio swasta seperti “Terima kasih atas atensinya” merupakan contoh ketidaktertiban bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia sudah ada kata ‘perhatian’, oleh karena itu tidak perlu memakai kata ‘atensi’.
Bahasa Indonesia yang sangkil adalah bahasa Indonesia yang tepat guna. Setiap unsur yang ada di dalam bahasa itu harus mempunyai fungsi, sesuai dengan fungsi yang dikehendaki oleh penutur. Pemakaian unsur-unsur yang tidak tepat di dalam suatu kalimat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur itu dapat berupa gramatika, pemakaian kosa kata, dan pemakaian ejaan di dalam bahasa tulis, serta ketepatan lafal di dalam bahasa lisan.
Bahasa Indonesia resmi adalah bahasa Indonesia yang dipakai dalam situasi resmi. Yang dimaksud situasi resmi menurut Susilo (1990: 1) bahwa bahasa itu mempunyai taraf reasional, mempunyai sifat kenegaraan, menyangkut kepentingan bangsa (masyarakat, umum), serius, dipenuhi gagasan (ide, pikiran). Dengan syarat-syarat yang dikemukakan oleh Gatot Susilo di atas, bahasa Indonesia resmi memungkinkan untuk dapat dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai macam etnis dan bahasa daerah. Dalam situasi tidak resmi, bahasa daerah ataupun ragam dialek di luar ragam dialek baku dapat dipakai oleh masyarakat Indonesia. Pemakaian bahasa daerah atau ragam dialek non-baku tersebut justru akan lebih menimbulkan situasi akrab dan kekeluargaan, karena ragam dialek non-baku dan bahasa daerah mengandung unsur-unsur budaya setempat, dan tidak terkesan formal. Di dalam bahasa Jawa misalnya, pemakaian bahasa Jawa di dalam situasi tidak resmi mengandung unsur budaya unggah-ungguh  masyarakat Jawa, karena bahasa Jawa ragam  ngoko, krama, dan krama inggil tidak dapat diterapkan pada semua orang.
 Bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam ragam dialek. Adanya berbagai ragam dialek di dalam bahasa Indonesia, perlu adanya satu dialek yang dapat dijadikan patokan bagi dialek-dialek yang lain. Sebagai bahasa orang terpelajar, bahasa Indonesia baku memungkinkan untuk dijadikan patokan (ukuran) bagi dialek-dialek yang ada di dalam bahasa Indonsia.

3.4 Ciri-Ciri kalimat baku Bahasa Indonesia

Kalimat menurut Alwi dkk.. (2000: 311) “bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan”. Susilo (1990: 2) mengemukakan lima ciri kalimat bahasa Indonesia. Kelima ciri tersebut ialah: bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan kalimat yang lain, berjeda, dan berakhir dengan berhentinya intonasi (berintonasi selesai). Kelima ciri tersebut adalah ciri umum sebuah kalimat. Kalimat yang memenuhi kelima ciri tersebut merupakan kalimat bahasa Indonesia, namun belum menjamin bahwa kalimat itu kalimat baku. Sebagai contoh kalimat “Di tempat itu dijadikan pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.”  Kalimat ini bukan kalimat baku meskipun memenuhi kelima ciri kalimat di atas. Unsur subyek tidak tampak dalam kalimat itu.
Ciri-ciri kalimat baku menurut Susilo (1990: 4) yaitu: gramatikal, masuk akal, bebas dari unsur yang mubazir, bebas dari kontaminasi, bebas dari interferensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku, dan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.

3.4.1 Ciri Gramatikal                                                                            
Kalimat baku harus gramatikal, yaitu kalimat baku harus memenuhi kaidah yang ada.  Kalimat baku bahasa Indonesia harus memenuhi kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah tersebut menurut Susilo (1990: 4) harus memenuhi tata kalimat (sintaksis), tata  frase (frasiologi), tata morfem (morfologi, dan tata fonem (fonemik, fonologi).
Kalimat bahasa Indonesia secara gramatika paling tidak harus terdiri atas subjek dan predikat. Kedua unsur tersebut harus dipenuhi. Sebuah kalimat mungkin tanpa objek atau keterangan, tetapi unsur subjek dan predikat tidak dapat ditinggalkan. Unsur subjek dan predikat merupakan dua unsur yang mempunyai sifat saling ketergantungan. Unsur subjek tidak akan bermakna tanpa predikat, demikian juga unsur predikat. Kalimat George W. Bush kehilangan akal untuk menemukan keberadaan Usamah terdiri atas unsur subjek George Bush, unsur predikat kehilangan akal, dan unsur keterangan untuk menemukan keberadaan Usamah. Apabila unsur keterangan dalam kalimat tersebut  dihilangkan, kalimat tersebut masih berterima. Namun apabila salah satu unsur subjek atau predikat dihilangkan, akan kehilangan makna.
Moeliono (1988: 260) menyatakan bahwa kalimat tunggal yang terdiri atas dua konstituen, dilihat dari aspek sintaktisnya selalu berupa subjek dan predikat. Kalimat Di tempat itu sering dilanda banjir secara gramatika tidaklah baku. Unsur subjek dalam kalimat tersebut tidak jelas. Kalimat itu terdiri atas dua konstituen, yaitu di tempat itu dan sering dilanda banjir. Konstituen-konstituen  itu masing-masing di tempat itu menduduki jabatan keterangan , sering dilanda predikat, dan banjir sebagai objek. Unsur predikat dan objek merupakan satu frasa, karena kedua unsur itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Kalimat Di tempat itu sering dilanda banjir bukanlah kalimat baku, karena unsur subjeknya tidak ada. Pemakaian kata depan yang tidak terkontrol sering mengaburkan fungsi jabatan frase dalam suatu kalimat. Pemakaian kata depan “di” pada kalimat itu justru mengaburkan fungsi subjek. Karena subyek diawali dengan kata depan “di”, maka fungsi subyek pada kalimat tersebut berubah menjadi keterangan tempat.
Di dalam sebuah kalimat, unsur subjek dan predikat bersifat tunggal. Unsur keterangan di dalam sebuah kalimat dapat terdiri atas dua atau lebih, tetapi unsur subjek dan predikat harus tunggal. Menurut Susilo (1990: 5) kalimat yang mempunyai subyek ganda menjadikan  suatu kalimat menjadi tidak baku.   
Kalimat Tanah ini akan dibangun kampus Unesa secara gramatika tidak dapat dikatakan baku. Unsur subjek dalam kalimat tersebut tidak jelas, karena kalimat itu dapat di ubah susunannya menjadi Kampus Unesa akan dibangun tempat ini. Apabila ada pertanyaan “Apa yang akan dibangun?” Jawabannya dapat tempat ini atau kampus unesa. Dengan demikian kalimat tersebut memiliki subjek ganda. Timbulnya  subjek ganda pada kalimat ini akibat ketidakcermatan pemakaian kata depan. Apabila frase tempat ini diawali dengan kata depan di, frase di tempat ini akan berfungsi sebagai keterangan tempat. Oleh karena itu kalimat itu akan menjadi baku jika menjadi Kampus Unesa akan dibangun di tempat ini.
Ciri gramatikal kalimat bahasa Indonesia baku yang lain subjek tidak diawali kata depan (Susilo, 1990: 6). Pemakaian kata depan yang mengawali subjek justru akan mengubah fungsi subjek itu sendiri. Kalimat Dalam rapat itu membicarakan kenaikan SPP merupakan kalimat bahasa Indonesia yang tidak baku. Unsur subyek tidak jelas dalam kalimat itu. Frase membicarakan memenuhi ciri sebagai predikat, tetapi frase Dalam rapat itu tidak dapat dikatakan sebagai subjek. Dalam rapat itu lebih tepat berfungsi sebagai keterangan. Pemakaian kata depan dalam justru mengaburkan fungsi subjek. Kalimat itu menjadi baku apabila dihilangkan kata dalam. Rapat itu membicarakan kenaikan SPP. Unsur subjek diduduki oleh frase Rapat itu.
Di dalam sebuah kalimat unsur subjek dan predikat bersifat tunggal.  Subjek atau predikat yang ganda membuat sebuah kalimat tidak baku.  Menurut Moeliono (1988: 260-261) subjek mudah dikenali karena tidak mengkin berupa kata ganti tanya. Kalimat Siapa pulang?  Bukanlah kalimat baku. Kata pulang tidak dapat menduduki fungsi subjek. Demikian juga siapa sebagai kata ganti tanya tidak mungkin menduduki jabatan subjek. Kalimat Siapa pulang? Merupakan kalimat yang berpredikat ganda. Untuk menjadikan kalimat itu baku, maka salah satu predikat harus dikembalikan fungsinya sebagai subjek. Kalimat itu menjadi baku apabila menjadi Siapa yang pulang?. Kalimat ini dapat  diubah susunannya menjadi Yang pulang siapa? Frase yang pulang sebagai subjek, dan  siapa sebagai predikat.
Menurut Cook  (1971) dan  Elson (1969) (dalam Tarigan, 1993: 8) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relaif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola akhir dan yang terdiri dari klausa. Pendapat Cook dan Elson ini mengandung tiga syarat untuk sebuah kalimat. Pertama sebuah kalimat harus dapat berdiri sendiri. Karena kalimat harus dapat berdiri sendiri, kalimat itu harus bermakna tanpa dihubungkan dengan kalimat yang lain. Sebagai contoh dua  kalimat berikut ini.  Pencuri itu tewas dibakar massa. Sehingga identitasnya sulit dikenali. Kalimat pertama dapat kita pahami maknanya meskipun tanpa kehadiran kalimat kedua. Tetapi kalimat kedua Sehingga identitasnya sulit dikenali tidak dapat kita pahami secara sempurna makna kalimat tersebut, tanpa kehadiran kalimat pertama. Kalimat kedua bukanlah kalimat baku karena tidak dapat berdiri sendiri . Di samping itu kalimat kedua juga bukan klausa, karena klausa paling tidak harus terdiri atas subjek dan predikat. 
Ciri kalimat baku bahasa Indonesia yang lain adalah ciri permutasi. Menurut Susilo (1990: 8) kalimat baku tidak mengalami kejanggalan setelah mengalami perpindahan letak frase (permutasi). Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas urutan frase, bukan urutan kata. Frase-frase di dalam sebuah kalimat dapat kita ubah susunannya tanpa terjadi perubahan makna, dan mengalami kejanggalan. Apabila sebuah kalimat mengalami kejanggalan setelah mengalami perubahan letak frase menunjukkan bahwa kalimat tersebut bukan kalimat baku. Sebagai contoh kalimat, Tempat ini akan dibangun kampus Unesa bila dipermutasikan sebagai berikut.
Permutasi kalimat tidak baku:
Tempat ini akan dibangun kampus Unesa.
Tempat ini kampus Unesa akan dibangun.
Akan dibangun kampus Unesa tempat ini.
Akan dibangun tempat ini kampus Unesa.
Kampus Unesa tempat ini akan dibangun.
Kampus Unesa akan dibangun tempat ini.

Kejanggalan kalimat-kalimat hasil permutasi di atas akan semakin jelas jika dibandingkan dengan hasil permutasi kalimat yang baku berikut ini.
Permutasi kalimat baku:
Di tempat ini akan dibangun kampus Unesa.
Di tempat ini kampus Unesa akan dibangun.
Akan dibangun kampus Unesa di tempat ini.
Akan dibangun di tempat ini kampus Unesa.
Di tempat ini akan dibangun kampus Unesa.
Di tempat ini kampus Unesa akan dibangun.

Kalimat baku bahasa Indonesia dapat ditandai dari ciri-ciri sintaksisnya. Menurut Sumowijoto (1980b:  12) ciri-ciri sintaksis kalimat baku  bahasa Indonesia dapat ditandai dari ciri inversi, ciri fungsi,  dan ciri rekonstruksi (permutasi). Ciri inversi adalah perubahan pola subjek-predikat menjadi predikat-subjek. Ciri fungsi merupakan peran tiap-tiap kata dalam suatu kalimat. Apabila sebuah kata dapat dihilangkan tanpa mengubah makna suatu kalimat, merupakan indikasi bahwa suatu kata tidak memunyai fungsi. Ciri rekonstruksi (permutasi) adalah ketidakjanggalan suatu kalimat bila dipermutasikan atas frase-frasenya.
Hubungan predikat verbal transitif dengan objek penderita dalam kalimat baku perlu mendapatkan perhatian. Predikat verbal transitif mempunyai hubungan yang erat dengan objek. Kalimat baku menurut Susilo (1990: 8) hubungan predikat transitif dengan obyek penderita tidak boleh “terganggu” oleh kata depan.Antara predikat verbal transitif dengan objek merupakan satu kesatuan yang membentuk frasa. Oleh karena itu antara predikat verbal transitif dengan objek penderita tidak dapat disisipi oleh kata depan. Penyisipan kata depan akan mengacaukan fungsi objek. Kalimat Narkoba membahayakan bagi masyarakat berpredikat verbal transirif.   Karena berpredikat vercal transirif, kalimat tersebut perlu dilengkapi dengan objek. Yang menjadi pertanyaan yang manakah objek dalam kalimat tersebut? Hubungan antara predikat dan objek sangat erat, tidak bisa dipisahkan. Kalau frasa bagi masyarakat dianggap sebagai objek, hal itu tidak mungkin, karena frase itu dapat dipisahkan dengan predikat. Apabila dipermutasikan menjadi Bagi masyarakat Narkoba membahayakan. Dari kemampuan unrtuk permutasi tersebut frase  bagi masyarakat lebih tepat menduduki fungsi sebagai keterangan. Namun karena kalimat tersebut kalimat verbal transirif, objek mutlak diperlukan. Ketidakbakuan  kalimat Narkoba membahayakan bagi masyarakat sebenarnya terletak pada kesalahan menempatkan kata depan antara predikat verbal transitif dengan objek pebnderita. Apa bila kata depan “bagi” dihilangkan, kalimat ini menjadi baku.
Pemakaian bentuk pasif aspek, agens, dan verba perlu mendapat perhatian dalam kalimat.  Aspek merupakan kategori gramatikal verba yang menunjukkan lama dan jenis perbuatan seperti (Kridalaksana, 1982: 16). Agens adalah pelaku, nomina yang menampilkan perbuatan atau memulai suatu kejadian. Pemakaian bentuk pasif “aspek + agens + verba”  harus dipakai secara taat asas (Susilo, 1990: 9).
Hubungan antara “aspek, agens, dan verba”  bentuk pasif di dalam bahasa Indonesia bersifat baku. Urutan antara aspek, agens, dan verba tidak dapat diubah-ubah. Perubahan urutan aspek, agens, dan verba apabila diubah menimbulkan kalimat yang tidak baku. Kalimat Masalah itu kami sudah laporkan kepada pimpinan merupakan contoh pemakaian bentuk pasif  “aspek+agens+verba” yang tidak konsisten, karena susunannya diubah menjadi “agens+aspek+verba”.  Untuk menjadikannya kalimat baku susunannya harus dikembalikan menjadi “aspek+agens+verba”, sehingga menjadi Masalah itu sudah kami laporkan kepada pimpinan.
Ketidakbakuan kalimat bahasa Indonesia juga dapat diakibatkan oleh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Kata dirubah dan merubah merupakan contoh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Kata rubah di dalam bahasa Indonesia berarti anjing yang bermoncong panjang. Bentuk kata dirubah dan merubah merupakan bentuk kata kerja. Kata dirubah dan merubah merupakan merupakan bentuk yang tidak baku. Seharusnya kata itu diubah” dan “mengubah” karena berasal dari kata dasar “ubah”.
Pemakaian morfem yang tidak tepat akan tampak lebih jelas apabila berada dalam konteks kalimat. Penutup surat Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih menampakkan gejala pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Morfem –nya pada kata perhatiannya bermakna sebagai kata ganti orang ketiga. Padahal di dalam surat kita berkomunikasi dengan orang kedua. Seharusnya ucapan terima kasih tersebut ditujukan kepada orang kedua sebagai orang yang dituju dalam kalimat tersebut.
Ketidak bakuan dalam pemakaian awalan me- seperti terjadi pada pemakaian bentuk kait-mengkait, mengetrapkan, menyintai, menyontoh, menyubit (Badudu, 1981: 53-54). Konsonan “k” di dalam bahasa Indonesia apabila didahului awaalan me- maka konsonan ‘k” akan luluh, kemudian muncul bentuk “meng-“. Jadi bentuk yang benar adalah kait-mengait, bukan kait-mengkait. Kata mengetrapkan sebenarnya berasal dari kata terap. Kata itu apabila mendapat imbuhan me-kan, seharusnya menjadi menerapkan, bukan mengetrapkan. Kata menyintai, menyontoh, menyubit berasal dari kata dasar cinta, contoh, dan cubit. Konsonan “c” jika didahului awalan me-, bentuk me- akan berubah menjadi men- sedang “c”  tidak luluh. Oleh karena itu bentuk yang benar adalam mencintai, mencontoh, dan mencubit.

3.4.2 Kata-Kata Mubazir dalam Bahasa Indoneasia
Pemakaian kata-kata di dalam sebuah kalimat harus diperhitungkan fungsinya. Apabila ada unsur kata yang tidak berfungsi di dalam sebuah kalimat, akan menimbulkan kalimat yang tidak baku. Kata-kata mubazir tersebut dapat ditandai, apabila unsur kalimat tersebut dihilangkan, tidak akan mengubah makna kalimat. Menurut Susilo (1990: 10) kata-kata mubazir ialah kata-kata yang tidak berarti dan berfungsi. Karena kata-kata mubazir tidak berfungsi dan berarti, maka kata-kata itu tidak diperlukan.
Unsur mubazir dalam sebuah kalimat dapat disebabkan oleh pengaruh bahasa asing. Misalnya kata adalah dalam kalimat  Gadis itu adalah mahasiswa Unesa. Kata adalah merupakan pengaruh to be (is) dalam bahasa Inggris. The girl is Unesa student. Kata kopula is dalam bahasa Inggris merupakan sendi kalimat, dan tidak boleh ditinggalkan (Badudu, 1980: 132). Struktur bahasa Indonesia berbeda dengan struktur bahasa Ingris. Pemakaian kata adalah dalam konteks kalimat Gadis itu adalah mahasiswa Unesa tidak diperlukan dalam bahasa Indonesia.
Pemakaian dua kata yang bermakna sama dalam sebuah kalimat merupakan unsur yang mubazir, seperti pemakaian kata demi untuk, agar supaya, amat sangat, mulai dari, sejak dari. Seharusnya cukup salah satu saja yang dipakai, demi atau untuk, agar atau supaya, amat atau sangat, mulai atau dari, sejak atau dari. Tidak perlu kedua-duanya dipakai.  

3.4.3 Kontaminasi
Kontaminasi berarti rancu atau kacau. Kontaminasi di dalam bahasa Indonesia berarti kerancuan akibat munculnya dua bentuk yang sama, yang kemudian dicampur adukkan. Karena kontaminasi merupakan kerancuan, maka kontaminasi kalimat merupakan unsur yang tidak baku. Gatot Susilo menyatakan kontaminasi perancuan dua makna, dua unsur, atau dua struktur (1990: 10). Karena kontaminasi merupakan perancuan dua makna, dua unsur, atau dua struktur, biasanya dapat dikembalikan pada bentuk asalnya.
Perancuan di dalam bahasa Indonesia oleh Badudu (1980: 16) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: kontaminasi bentuk kata, kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk kalimat. Kontaminasi bentuk kata merupakan perancuan yang diakibatkan oleh pembentukan kata-kata baru. Pembentukan kata-kata baru itu didasarkan pada  bentuk kata yang sudah ada, paling tidak berasal dari dua bentuk yang dipadukan menjadi satu. Kata dipelajarkan merupakan unsur kontaminasi yang berasal dari dua bentuk, yaitu dipelajari dan diajarkan. Penggabungan  dua kata ini menimbulkan bentuk kontaminasi dipelajarkan.  Bentuk mengenyampingkan juga merupakan bentukan yang rancu. Kata ini berasal dari kata dasar samping kemudian diikuti kata depan ke, menjadi ke samping. Kata ke samping ini kemudian mendapat imbuhan me-kan, menjadi  mengesampingkan. Namun di samping itu juga ada bentuk samping yang mendapat imbuhan me-kan, menjadi menyampingkan. Antara mengesampingkan dan menyampingkan kemudian dirancukan menjadi mengenyampingkan.

Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas frasa-frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif (Kridalaksana, 1982: 46). Kalimat Berulang kali ia telah dinasihati  terdiri atas tiga frasa, yaitu berulang kali, ia dan telah dinasihati. Bentuk frasa berulang kali menurut Badudu (1980: 23) merupakan bentuk frasa yang rancu. Berulang kali berasal dari kata berulang-ulang dan berkali-kali. Kedua frasa itu kemudian dirancukan menjadi berulang kali.

Kontaminasi kalimat tampak dalam kalimat Mahasiswa dilarang tidak boleh memalsu tanda tanga  daftar hadir. Apabila dikemukakan pertanyaan terhadap kalimat tersebut apa yang dilarang? Jawabnya adalah Tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir (tidak memalsu tanda tangan daftar hadir). Makna kalimat ini justru bertolak belakang dengan maksud sebenarnya. Tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir (tidak memalsu tanda tangan daftar hadir) justru dilarang. Berarti boleh, atau harus.   Kerancuan kalimat tersebut dapat dikembalikan pada bentuk aslinay sebagai berikut.

-Mahasiswa dilarang  memalsu tanda tangan dsftsr hadir.
-Mahasiswa tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir.

3.4.4 Interferensi

Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat banyak masukan dari unsur-unsur bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Unsur bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia seperti masuknya kosa kata bahasa daerah seperti mantan, nyeri, gambut, timbel dan sebagainya. Kosa kata bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dari berbagai macam bahasa. Kosa kata yang berasal dari bahasa Belanda seperti kata lapor, polisi, kantor. Kosa kata dari bahasa inggris seperti pada kata ekonomi, biografi, remidi dan sebagainya. Kosa kata dari bahasa Arab seperti pada kata pasal, wakaf, wajib, wahyu dan sebagainya. Kosa kata dari bahasa Portugis seperti pada kata nona, permen, jendela dan sebagainya. 

Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat menguntungkan dan merugikan bahasa Indonesia. Menurut gatot Susilo (1990: 11) unsur yang memperkaya bahasa Indonesia dapat diterima sebagai unsur serapan. Sedangkan unsur yang memiskinkan ditolak karena merugikan bahasa Indonesia.

Interferensi bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia diseababkan penguasaan bahasa daerah dan bahasa asing masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Penguasaan beberapa bahasa akan saling mempengaruhi. Interferensi tidak hanya terjadi di dalam bahasa Indonesia saja. Bahasa daerah pun sering mendapat interferensi dari bahasa Indonesia dan bahasa asing.  

Pada uraian tentang kata mubazir  di atas telah disebutkan bahwa pemakaian kata adalah yang tidak berfungsi dalam suatu kalimat merupakan pengaruh dari to be dalam bahasa Inggris, yaitu is. Dipandang dari sudut pengaruh dari bahasa Inggris pemakaian adalah merupakan interferensi dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris.

Interferensi dari bahasa daerah  seperti tampak pada kata sekolahan dalam konteks kalimat Saya akan berangkat ke sekolahan. Kata sekolahan interferensi dari bahasa Jawa. Di dalam bahasa Jawa kalimat itu seharusnya berbunyi Saya akan berangkat ke sekolah. Interferensi dari bahasa Jawa yang lain seperti pemakaian kata latihan pada konteks kalimat Anak-anak sedang latihan drama. Di dalam bahasa Indonesia  akhiran –an berfungsi untuk membentuk kata benda, sedangkan kata latihan berfungsi sebagai kata kerja.   


3.4.5 Lafal Bahasa Indonesia Baku
Pemakaian  lafal sebagai ujaran dalam bahasa Indonesia masih sering dipakai secara tidak konsisten oleh masyarakat.
Indonesia mempunyai bahasa daerah yang ratusan jumlahnya. Di samping itu bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam ragam dialek. Pengaruh bahasa daerah dan dialek dalam  lafal bahasa Indonesia baku sangat besar. Lafal bahasa Indonesia baku menurut Badudu (1980: 115) lafal yang tidak memperdengarkan “warna” bahasa daerah, dialek, dan warna lafal bahasa asing. 
Ketidakbakuan dalam bidang lafal bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa daerah seperti lafal t yang dilafalkan oleh penutur bahasa bali. Lafal t pada kata  kota bagi etnis Bali akan diucapkan seperti th bahasa Jawa pada bunyi bathi (untung). Ketidakbakuan dalam bidang lafal sering kita jumpai akibat pengaruh bahasa daerah.
Ketidakbakuan akibat pengaruh bahasa asing dalam bidang lafal seperti pada pelafalan kata pasca. Kata pasca pada suku kata ca seharusnya dilafalkan ca seperti pada kata beca. Namun sering dilafalkan dengan ka seperti pada kata suka. Kata pasca berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti sesudah. Kata pasca sering dikacaukan dengan kata paskah, yaitu peringatan wafat dan kebangkitan Isa Almasih. Ketidak bakuan lafal akibat pengaruh bahasa asing yang lain seperti pelafalan kata unit seperti pada kata Koperasi Unit Desa. Seharusnya kata itu kita lafalkan apa adanya seperti yang tertulis, tetapi sering orang melafalkan dengan yunit, seperti lafal aslinya dalam bahasa Inggris. Karena kata unit sudah menjadi unsur serapan, seharusnya diperlakukan seperti pelafalan dalam bahasa Indonesia.

3.5 Rangkuman

Bahasa baku adalah bahasa standar, yaitu suatu dialek bahasa orang terpelajar, dan dipakai dalam situasi resmi. Bahasa baku mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada dialek yang lain. Bahasa baku berfungsi sebagai pemersatu, pemberi khasan, pembawa kewibawaan, dan sebagai kerangka acuan.
Bahasa Indonesia baku merupakan  bahasa Indonesia ragam dialek yang mempunyai martabat tinggi, menjadi bahasa orang terpelajar sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat di Indonesia. Bahasa Indonesia baku juga bahasa yang baik dan benar, serius, tertib, sangkil. Bahasa ini dipakai dalam situasi resmi, dan menjadi patokan bagi bahasa Indonesia ragam dialek yang lain.
Bahasa Indonesia baku sebagai bahasa Indonesia yang menjadi patokan bagi berbagai macam dialek  mempunyai beberapa ciri. Ciri-ciri bahasa Indonesia baku ialah gramatikal, tidak terdapat kata-kata mubazir, tidak mengandung kontaminasi, dan tidak ada interferensi dari bahasa daerah maupun bahasa asing.  
Kalimat baku bahasa Indonesia harus gramatikal. Kalimat baku harus memenuhi kaidah yang ada. Kaidah-kaidah itu ialah tata kalimat, tata frase, tata morfem, dan tata fonem. Di dalam tata kalimat, unsur subyek dan predikat bersifat tunggal.Kalimat yang mempunyai subjek atau predikat ganda bukanlah kalimat baku.
Pemakaian kata depan yang mengawali subjek membuat kalimat menjadi tidak baku, karena kata depan itu dapat mengubah fungsi subjek menjadi keterangan. Kalimat baku juga tidak mengalami kejanggalan apabila mengalami perubahan letak frase. Ciri gramatikal yang lain hubungan predikat verbal transitif dengan objek penderita tidak boleh disisipi kata depan. Penyisipan kata depan akan mengacaukan fungsi objek untuik predikat verbal transitif.
Pemakaian bentuk pasif aspek+agens+verba yang taat asas juga menunjukkan ciri kalimat baku. Urutan anatara aspek+agens+verba bentuk pasif dalam bahasa Indonesia tidak dapat diubah-ubah. Perubahan urutan antara aspek, agens, dan verba menjadikan kalimat tidak baku.
Ketidakbakuan juga dapat disebabkan oleh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Pemakaian kata ganti orang ketiga –nya dalam penutup surat merupakan contoh pemakaian morfem yang tidak tepat. Penutup surat ditujukan kepada orang kedua, bukan kepada orang ketiga. Oleh karena itu tidak baku bila menutup dengan kalimat Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.  
Jika sebuah kalimat ada unsur yang dihilangkan tidak mengubah makna dan fungsi masing-masing frasa, kalimat itu tidak baku karena ada unsur yang mubazir. Kata-kata mubazir ialah kata-kata yang tidak berarti dan tidak berfungsi di dalam sebuah kalimat. Pemakaian kata mubazir dalam sebuah kalimat dapat diakibatkan oleh pengaruh bahasa asing seperti is di dalam bahasa Inggris.
Kontaminasi adalah kerancuan akibat perpaduan dua bentuk, dua struktur  yang bermakna sama. Kontaminasi di dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga macam: kontaminasi bentuk kata, kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk kalimat. Akibat adanya kontaminasi kalimat, dapat membuat makna kalimat menjadi bertolak belakang dengan makna yang dimaksudkan oleh penulis atau pembicara.
Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat banyak masukan dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan bahasa Indonesia. Unsur yang memperkaya bahasa Indonesia dapat diterima sebagai unsur serapan, sedang unsur yang memiskinkan harus ditolak karena merugikan perkembangan bahasa Indonesia.  Unsur bahasa daerah dan bahasa asing yang merugikan dan memiskinkan bahasa Indonesia membuat kalimat tidak baku.


Perlatihan
1.    Bahasa Indonesia baku harus obyektif, ringkas, dan padat. Ubahlah kalimat-kalimat berikut ini menjadi  kalimat baku!
a.         Banyaknya  jumlah sampah yang menyumbat gorong-gorong  itu saya kira merupakan bukti rendahnya kesadaran masyarakat untuk menanggulangi bahaya banjir.
b.        Berlarut-larutnya penanganan lumpur Lapindo  kiranya merupakan bukti  betapa sulitnya mengatasi musibah itu.
c.         Pendidikan agama di sekolah dasar tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dari orang tua dalam keluarga.
d.        Nilai etis tersebut di atas menjadi pedoman dan dasar pegangan hidup bagi setiap warga negara Indonesia.
e.         Banjir yang melanda  kota itu membuktikan alangkah sulitnya mengatasi banjir di perkotaan.  

2. Kata-kata berikut ini merupakan kata-kata berciri baku  dan kata-kata tidakbaku. Carilah  sepuluh kata berciri baku dari kata-kata berikut ini!
Jadwal       nasihat       jadual    atmosfir        nasehat        kwalitas
varietas     analisis       apotek   definisi          kwitansi     karir
aktivitas    aktifitas     kuitansi  karier             konkrit        atlit
konkret     membikin   lantaran  ketimbang   kondite        varitas      

3. Pilih sepuluh bentukan  kata berciri baku  dari bentukan kata berikut ini!
Berkuliah         mengkikis        mengikis                   mentaati                     menyubit         melola              menerjemahkan       kekecilan               terlalu kecil      menerapkan     menterapkan         menaati            ketabrak               tertabrak        memperlebar             mencubit          memperlebarkan.   mengelola

4.  Kalimat berikut ini berciri tidak bakul, karena ketidakjelasan fungsi subyek atau predikat.Jadikanlah kalimat yang berciri baku!
a.    Kegagalan panen itu karena  kemarau terlalu panjang.
b.     Di tempat itu sering dilanda banjir pada waktu  musim penghujan.
c.    Untuk mencapai prestasi, memerlukan kerja keras.
d.   Kepada para undangan diharap hadir tepat waktu.
e.    Kesulitan itu karena tingkah lakunya sendiri.
***























DAFTAR  PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999.  Kamus Besar ahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1984. Politik Bahasa Nasional.  Jakarta: Balai Pustaka.

Sumowijoyo, Gatot  Susilo. 1990. “Kalimat Baku Bahasa Indonesia”  Makalah Penataran Bahasa Indonesia untuk karyawan PMDU Jawa  Timur. Surabaya: IKIP Surabaya..

Sumowijoyo, Gatot Susilo.2000. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Surabaya: Unipress Universitas Negeri Surabaya.

Yonohudiyono, E. Dan Jack Parmin (Penyunting). 2007. Bahasa Indonesia Keilmuan: Mata Kuliah Pengemangan Kepribadian. Surabaya: Unesa University Press.

 Yulianto, Bambang. 2007. Mengembangkan Menulis Teknis. Surabya. Unesa University Press.











BAB IV

PENULISAN KARYA ILMIAH



Standar Kompetensi:   Memahami sistematika penulisankarya ilmiah
Kompetensi dasar     :     a. Memahami ciri-ciri karya ilmiah                                  b. Memahami sistematika  karya ilmiah


Indikator: 
1, Memahami pengertian karya ilmiah
2. Mengidentifikasi  jenis karya ilmiah
3. Memahami cara pembatasan topik dengan diagram pohon dandiagram jam
4. Memahami tatacara pengutipan dalamkarya ilmiah
5. Memahami tatacara penulisan daftar rujukan dalam karya ilmiah. 


Tujuan
1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami pengertian karya ilmiah denghan benar  
2. Melalui membaca intensif, mahasiswa  mengidentifikasi jenis karya ilmiah  dengan tepat
3. Melalui diskusi, mahasiswa melakukan pembatasan topik dengan diagram pohon dengan tepat
4. Setelah melakukan diskusi,  mahasiswa dapat memahami tatacara pengutipan dengan benar
5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami penulisan daftar rujukan dengan  benar





4.1  Pendahuluan
            Dalam kegiatan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan pada empat keterampilan berbahasa:  menyimak, wicara, membaca dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu mempunyai kuantitas yang bereda-beda. Kegiatan menyimak mempunyai kuantitas yang paling tinggi, disusul wicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu dapat dibedakan menjadi keterampilan reseptif, yaitu  menyimak dan membaca, dan keterampilan produktif, yaitu wicara dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu  daqpat menunjukkan tahapan tingkat intelektualitas seseorang.  Manusia sejak lahir, bahkan nada yang berpendapat sejak di dalam kandungan telah melakukan kegiatan menyimak, kegiatan yang paling dasar. Seseorang  dapat duduk berjam-jam untuk mendengarkan sesuatu. Sejak nenek moyang kita dulu,  telah mempunyai tradisi menyimak. Orang dapat melihat pagelaran wayang kulit semalam suntuk, namun tidak akan tahan duduk membaca dalam waktu satu jam saja. Tingkat beriktunya adalah wicara. Keterampilan berbicara erada satu tingkat di atas menyimak. Kemampuan berbicara dulu dimiliki oleh para filsof. Mereka berorasi di pasar-pasar dan di tempat keramaian. Dengan berpidato mereka dapat menyebarkan ajaran filsafatnya.
            Kegiatan membaca dan menulis  mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dengan membaca  ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diserap.Untuk menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi  orang perlu membaca. Ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan dapat membuat manusia sejahtera. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi   harus diamalkan.  Untuk itu ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditulis agar dibaca  orang.  Ilmu pengetahuan dan teknologi akan punah jika tidak ditulis. Nenek moyang kita mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bidang kontruksi, hal itu dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Borobudur, Candi Prambanan, perahu phinisi, dan lain sebagainya. Namun  kemampuan itu tidak didokumentasi dalam bentuk tulis, sehingga menjadi punah. Itulah pentingnya karya tulis agi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu tradisi penulisan, khususnya penulisan karya ilmiah perlu dimiliki oleh orang-orang terpelajar.

4.2 Karya Ilmiah
            Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu dengan  menggunakan kaidah-kaidah keilmuan (Prayitno dkk., 14-15). Sesuai dengan definisi itu, esensi dari karya ilmiah adalah mengkaji suatu masalah. Selajutnya dalam mengkaji masalah itu menggunakan kaidah-kaidah pengetahuan. Brotowijoyo (1985:8-9) menyatakan bahwa karya ilmiah adalah  karya berdasarkan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.
            Menilik isi yang terkandung di dalamnya, karya ilmiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu  karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah  (Yonohudiyono dan Suyono, 2001:31). Karya ilmiah subresmi ialah karya ilmiah yang  model penulisannya tidak ditentukan secara lengkap, misalnya cukup judul, pendahuluan, isi, penutup, dan bahan pustaka. Yang termasuk ke dalam karya ilmiah subresmi adalah makalah, artikel, jurnal dan sebagainya. Karya Ilmiah resmi ialah karya ilmiah  yang model penulisan dan urut-urutannya  sudah ditentukan secara lengkap. Dalam karya ilmiah ini mempunyai sistematika yang baku, seperti : Judul, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan,  latar belakang masalah,

rumusan masalah,  tujuan penelitian, landasan teori, metodologi penelitian, analisis, daftar pustaka, dan lampiran.

4.2.1 Karya Ilmiah Subresmi
            Makalah adalah tulisan ilmiah  yang membahas pokok masalah tertentu. Tanjung dan Ardial (2007:7) menyatakan bahwa makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran  tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertai analisis yang logis dan obyektif. Makalah sebagai tulisan ilmiah, penulisannya  mengikuti langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah itu ialah menentukan topik, masalah,  dan tujuan. Topik berbeda dengan tema.  Tema adalah pikiran  atau gagasan sentral  yang mendasari sebuah karya ilmiah, sedangkan topik  adalah hal pokok  ang diungkapkan atau dituliskan dalam karangan. Tema merupakan gagasan dasar  yang mendasari sebuah karya ilmiah (Suparno  dan Yunus, 2007:3.3).  Tema merupakan gagasan yang memayungi topik. Di dalam karya ilmiah, tema tentang “Korupsi di Indonesia” dapat diwujudkan dalam topik karangan ilmiah “Upaya pencegahan korupsi sejak dini”.
            Sumber topik dapat digali dari berbagai sumber, baik sumber tertulis maupun sumber tidak tertulis. Sumber tertulis dapat dari buku, surat kabar, jurnal. Sumber tidak tertulis dapat berasal dari radio, televisi, hasil diskusi dengan teman, dan kejadian-kejadian yang ada di masyarakat. Topik juga dapat berasal dari permintaan perorangan, instansi, atau lembaga tertentu apabila makalah itu  memenuhi permintaan seminar.  
            Yonohudyono dan Parmin (2007:28) mengemukakan tiga alternatif  untuk menemukan topik. Ketiga alternatif itu ialah brainstorming, perenungan,  formula jurnalistik, pertanyaan klasik. Brainstorming adalah proses berfikir untuk mengungkapkan semua ide yang terlintas di dalam benak penulis. Perenungan merupakan upaya untuk berfikir  analisis-logis  dengan berkonsentrasi pada masalah tertentu. Formula jurnalistik tentu sudah tidak asing bagi para siswa SMA, yaitu  formula 5 W dan 1 H (who, what, when, where, why, dan how). Pertanyaan klasik  dapat dipakai untuk menemukan topik yang baru. Pertanyaan klasik itu: Apakah topik ini menghasilkan seperangkat definisi? Apa perbedaan dan persamaan topik ini dengan topik yang lain? Apa yang dikatakan orang tentang topik ini?
            Topik yang terlalu luas akan membuat tulisan menjadi dangkal, di samping dapat merembet ke mana-mana.  Untuk itu topik harus dibatasi.  Untuk membatasi topik dapat dilakukan dengan diagram pohon seperti berikut ini.


Korupsi


diberantas                               dicegah                      dihentikan


 


sejak dini                        sejak awal                      sejak   munculnya gejala korupsi


pembelajaran budi pekerti    Pembelajaran anti korupsi    kantin kejujuran

                                         

di pasar                          di sekolah                   di supermaket

           
Dari diagram pohon di atas dapat ditentukan topik makalah, yaitu “Korupsi dapat dicegah sejak dini melalui Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah”.

            Judul makalah hendaknya dapat mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas. Judul  hendaknya sesuai dengan  topik, singkat, bentuk frasa dan  lugas. Judul hendaknya dapat memiliki daya tarik bagi pembaca.  Misalnya “Kantin Kejujuran  Upaya Mencegah Korupsi Sejak Dini”.
Langkah selanjutnya adalah menyusun kerangka karangan. Makalah   yang tidak terlalu panjang, bisa jadi tidak perlu disusun krangka karangan. Sistematika  makalah terdiri atas pendahuluan termasuk permasalahan, pembahasan, dan penutup.  Namun apabila  penulis  merasa perlu, ada baiknya menyusun kerangka karangan.  Bentuk kerangka karangan itu seperti berikut:
Topik                 :  Korupsi dapat dicegah sejak dini melalui kantin kejujuran di sekolah-sekolah
Judul                 :  Kantin Kejujuran Upaya Mencegah Korupsi Sejak Dini
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
1.      Akibat Korupsi Bagi Negara dan Bangsa
2.      Kantin Kejujuran Upaya untuk Mencegah Korupsi
a.       Pengelolaan Kantin Kejujuran
b.      Kelebihan Kantin Kejujuran
c.       Kelemahan Kantin Kejujuran
3.      Upaya Untuk Mengatasi  Ketidakjujuran
a.           Penyadaran oleh teman dekat
b.          Penyadaran Melalui Guru Agama
c.           Melalui Slogan-Slogan/Imbauan yang Dipasang di Dinding kantin
        C. Simpulan

(1) Bagian Pendahuluan      
Bagian Pendahuluan berisi  latar belakang pemilihan topik,  masalah, dan tujuan. Bagian pendahuluan adalah bagian yang paling awal dicermati oleh pemaca. Oleh karena itu dalam bagian awal harus diupayakan dapat menarik  minat pembaca. Dalam latar belakang hendaknya dijelaskan mengapa penulis memilih topik itu. Penulis menunjukkan penti gnya topik itu diangkat menjadi makalah. Masalah apa yang timbul dalam topik itu, dan apa tujuan penulisan itu.

(2) Bagian Pembahasan
Bagian pembahasan merupakan bagian utama, atau bagian isi.  Bagian ini memuat uraian-uraian pokok masalah yang telah disebutkan pada pendahuluan. Pada bagian ini. Dalam pembahasan penulis dapat memakai teknik deduktif atau induktif. Dalam makalah deduktif pembahasan dimulai dengan penyajian teori yang relevan, kemudian dilanjutkan dengan penyajian fakta yang mendukung teori (E. Yonohudyono dan Jack Parmin, 2007: 45).  Dalam makalah deduktif teori digunakan langsung pada bagian pembahasan terpadu dengan interpretasi  dan relevansi teori. Dalam makalah induktif, jawaban pemecahan masalah berdasarkan pengamatan empiris. Analisis dimulai dari penyajian fakta,data, diikuti dengan penarikan simpulan. 

(3) Bagian Penutup
Bagian penutup berisi simpulan dan saran.         Penyimpulan berisi hasil pembahasan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penulisan makalah pada bagian pendahuluan.   Dengan demikian simpulan merupakan jawaban dari permasalahan. Simpulan juga harus sesuai dengan tujuan penulisan.Hubungan antara masalah, tujuan, dan simpulan harus sinkron. Saran  disampaikan oleh penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam makalah. Apabila topik makalah berkenaan dengan “Kantin Kejujuran”, aran dapat berisi: “Kantin Kejujuran efektif untuk melatih dan membentuk siswa berlaku jujur, tidak melakukan korupsi dalam skala kecil meskipun tidak diawasi. Oleh karena itu Kantin Kejujuran perlu diselenggarakan di sekolah-sekolah sebagai upaya penanggulangan korupsi  bagi generasi muda sebagai calon penerus bangsa.”


(4). Kutipan
            Apabila kita perhatikan makalah ini, penulis mengemukakan pendapat orang lain yang berasal dari buku yang ditulis. Pendapat orang lain itu ditandai dengan adanya keterangan dalam tanda kurung, seperti (Yonohudyono dan Jack Parmin, 2007:45), (Suparno dan Yunus, 2007:3.3). Pendapat orang lain itu memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh penulis. Pendapat itu dapat diambil dari buku, majalah, atau dari hasil wawancara. Pendapat yang dikutip itu biasa disebut kutipan. Prabawa (2000:185) menyatakan bahwa kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat seorang pengarang, atau ucapan orang terkenal yang terdapat dalam buku, majalah, jurnal, surat kabar, antologi, hasilpenelitian, dan penerbitan-penerbitan lain. Praawa (2000) menyatakan bahwa tujuan membuat kutipan: (a) Sebagai barang buktgi untuk menunjang pendapat penulis; (b) Sebagai bahan bukti  untuk membedakan dengan endapat penulis; (c) sebagai bahan bukti untuk perbandingan dengan pendapat penulis; dan (d) sebagai bahan bukti yang disanggah penulis.
            Kutipan dibedakan antara kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.  Kutipan langsung adalah kutipan yang langsung mengambil dari sumber asli, tanpa mengubah bahasanya. Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang hanya mengambil inti sarinya saja, sedang bahasa  yang dituangkan dalam kutipan memakai bahasanya penulis sendiri.

(a) Kutipan Langsung
Contoh kutipan langsung:
            Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) dalam cover belakang novel Ayat-Ayat Cinta (2008) menyatakan “ Membaca Ayat-Ayat Cinta  ini  membuat  angan-angan kita melayang-layang ke negeri  seribu menara  dan merasakan ‘pelangi’ akhlak  yang menghiasi pesona-pesonanya”. 
            Kurtipan di atas langsung mengutip pendapat Ratih Sang sesuai dengan kalimat yang tertulis dalam teks, tanpa mengubah kalimatnya. Apabila kutipan di atas dijadikan kutipan tak langsung  seperti berikut ini. Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) menyatakan bahwa angan-angannya dibawa melayang-layang ke negeri seribu menara dan merasakan  gambaran berbagai akhlak dengan pesona-pesonanya setelah membaca Ayat-Ayat Cinta.
            Kutipan langsung yang  lebih empat puluh kata ditulis  tanpa tanda kutip  dan terpisah dari kata yang mendahului.  Penulisan berjarak satu spasi, dan jarak dari margin kiri dan margin kanan tujuh ketukan. Kutipan langsung itu seperti berikut ini.
\El –Shirazy  (2008:378)  menggambarkan ketegasan Aisha agar suaminya menikahi Maria seperti berikut ini.
            “Ini  jadikan mahar untuk Maria. Waktunya sangat mendesak. Sebelum Maghrib kau harus sampai di penjara. Jadi kau harus segera menikah dan melakukan petunjuk dokter untuk menyadarkan Maria”.  Kata-kata Aisha begitu tegas tanpa ada keraguan, setegas perempuan-perempuan Palestina ketika menyuruh suaminya  berangkat ke medan jihad.


(b) Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung, apabila  keterangan kutipan mendahului teks, nama pengarang  ditempatkan di luar tanda kurung, tetapi apabila  keterangan kutipan diletakkan sesudah teks, nama pengarang diletakkan dalam tanda kurung. Berikut ini contoh kedua kutipan itu.

Keterangan kutipan mendahului teks.
            Menurut Sugito  (2009, 225) apabila Ujian Nasional dihapuskan, sulit mengukur mutu standar  pendidikan nasional.

Keterangan kutipan diletakkan sesudah teks
            Apabila ujian nasional dihapuskan, sulit mengukur mutu standar pendidikan nasional  (Sugito, 2009:225).

Kutipan Tidak Langsung Ditulis Dua Orang
Kutipan langsung  yang ditulis oleh dua orang  penulisan sumber  kutipan sebagai berikut.
            Nasution dan Tarigan (2008: 120) menyatakan   ..................
Atau
            .........................................(Nasution dan Tarigan, 2008: 120)

Kutipan Tidak Langsung Ditulis Tiga Orang atau Lebih
            Kutipan tidak langsung yang ditulis oleh tiga orang atau lebih cukup ditulis nama  akhir pengarang pertama dengan diikuti kata “dan kawan-kawan” dengan disingkat dkk. Misalnya apabila  penulis mengutip  sebuah buku yang ditulis oleh tiga orang  yang bernama Bambang Suseno, Cahya Sudarta, dan Mulyadi Idris,  penulisannnya sebagai berikut.
            Suseno dkk. (2001: 25) berpendapat bahwa .........................
Atau
            ...........................................................(Suseno dkk., 2001:25)

Kutipan Tidak  Langsung Bila  Kutipan Bersumber dari Kutipan Lain
            Kutipan tidak langsung bila kutipan bersumber dari kutipan lain ditulis sebagai berikut.
            Mawardi (dalam Sutrisno, 2009:260) menyatakan bahwa ..........
Atau
   .............................................(Mawardi dalam Sutrino, 2009: 260).
            Tanda di atas berarti pengutip mengutip pendapat Mawardi yang sumbernya berasal dari buku Sutrisno yang mengutip pendapat Mawardi.




(5) Daftar Rujukan (Daftar Pustaka)
            Daftar Rujukan atau Daftar Pustaka  adalah  daftar yang berisi identits buku-buku, artikel-artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai relevansi  dengan tulisan yang sedang dikerjakan (Prayitno dkk., 2000:196). Daftar Pustaka merpakan kelengkapan dari  kutipan. Di bagian kutipan,  pembaca hanya dapat melihat sumber kutipan berupa pengarang, tahun terbit, dan halaman buku yang dikutip. Judul buku, penerbit, dan kota terbit tidak disebutkan dalam kutipan. Hal itu dapat dimaklumi, karena kalau ditulis sumbernya secara lengkap akan memakan tempat, dan kemungkinan sebuah rujukan akan ditulis berulang-ulang. Oleh karena itu dalam kutipan cukup ditulis nama pengarang, tahun terbit, dan halaman. Data lain  dapat dilihat pada  Daftar Pustaka, atau Daftar Rujukan.   Daftar Pustaka berisi data seperti berikut.
·         Nama pengarang, dengan nama akhir diletakkan di bagian depan, dipisahkan tanda koma.  Gelar akademik tidak ditulis.
·         Tahun terbit
·         Judul
·         Tempat terbit
·         Nama penerbit
Contoh:
Lindsay, David. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah: A Guide To Scientific Writing.  Penerjemah Suminar Setiati Achnadi. Jakarta: Universitas Indonesia. 

Prinsip-Prinsip Penyusunan Daftar Pustaka
  • Urutan Daftar Pustaka disusun secara alfabet sesuai huruf awal nama pengarang
  • Jarak antar baris dalam satu rujukan  adalah satu spasi.
  • Jarak antar rujukan dengan rujukan lain dua spasi
  • Baris pertama setiap rujukan dimulai dari margin kiri, baris kedua dan seterusnya dimasukkan ke dalam 3 – 7 ketukan.

Penulisan Nama
·         Nama pengarang  bila lebih satu kata, bagian akhir diletakkan di depan, dipisahkan tanda koma.
·         Nama Tionghoa tidak dibalik, karena unsur pertama nama tionghoa berupa nama keluarga.
·         Jika pengarang dua orang, keduanya ditulis dihubungkan kata dana.
      Purwo, Bambang Kaswanti  dan Rahayu, Endang Sulistyo.
·         Jika pengarang tiga orang atau lebih cukup nama pengarang pertama saja yang ditulis, diikuti kata dan kawan-kawan yang disingkat (dkk.) Jika sebuah buku ditulis oleh tiga orang: Cahyo Kumolo, Sucipto, dan Gunawan, dalam penulisan daftar rujukan cukup ditulis Kumolo, Cahyo dkk.

Tahun Terbit
Jika beberapa rujukan berasal dari buu yang erbeda, ditulis oleh pengarang yang sama dan tahun terbit yang sama, urutannya didasarkan pada abjad huruf pertama judul buku, dengan ciri pembeda  huruf sesuai abjad.
Contoh:
Arifin, Zainal. 1990a. Pedoman urat-Menyurat Indonesia. Jakarta: Penyear Ilmu.
Arifin, Zainal. 1990b. Surat-Menyurat Resmi. Jakarta: Dinamika Swadaya.

Judul
            Judul  buku  dicetak miring, ditulis setelah tahun terbit,  dan diakhiri tanda titik. Apabila ditulis tangan atau diketik dengan mesin ketik manual, judul buku diberi garis bawah, sebagai ganti cetak miring, seperti pada contoh di atas. Judul artikel atau makalah ditulis di antara tanda petik.
Contoh penulisan judul artikel:
Utomo, Andi. 18  Januari 2009. “Pandemi Virus Flu Burung H5N1”. Surya, hal. 4.

Rujukan dari Internet
            Dalam rujukan dari internet  berupa karya individual  nama penulis ditulis seperti  rujukan bahan cetak. Setelah penuliwan judul, rujukan  diberi keterangan (online), diakhiri dengan alamat sumber rujukan disertai keterangan waktu diakses di antara tanda kurung.
Contoh:   
Hithcock, S. Carr, L. & Hall, W. 2008. A. Survey of STM Onlines Journals, 1990-1995. The Calm before the Storm. (Online), (http:/journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey html, diakses 27 November 2009).
Dalam  penulisan rujukan dari internet berupa  artikel dari jurnal, nama penulis  ditulis seperti  rujukan bahan cetak (buku), diikuti tahun, judul artikel, nama journal dicetak miring, dengan diberi keterangan (online) dalam tanda kurung, diikuti volume dan nomor, diakhiri dengan alamat sumber  rujukan, dan diberi keterangan waktu pengaksesan di dalam tanda kurung.
Contoh:
Basuki, Sulistyo. 2008. “Dampak Penghapusan Ujian Nasional Terhadap Mutu Pendidikan di Indonesia”. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Vol. 3 No. 4 (http//www.malang.ac.id, diakses 28 November 2009)

b. Artikel Ilmiah
Penulisan artikel ilmiah  pada prinsipnya sama dengan penulisan makalah. Artikel ilmiah biasanya dimuat dalam majalah ilmiah atau jurnal.   Ada lima langkah dalam menulis artikel ilmiah. Kelima langkah itu ialah: (1) Pengembangan gagasan; (2) Perencanaan naskah; (3) Pengembangan paragraf; (4)  penulisan draf; (5)  Finalisasi
            Pengembangan gagasan dalam penulisan artikel ilmiah adalah  pengembangan gagasan dalam berpikir ilmiah. Gagasan dalam berpikir ilmiah dapat berupa hasil berpikir konseptual, misalnya “Pembelajaran Anti Korupsi Melalui Kantin Kejujuran”, atau  hasil penelitian  seperti  “Pengaruh Situasi Keluarga Terhadap Prestasi Siswa”. Bagian-bagian sistematika  artikel ilmiah seperti berikut.
Judul
Nama Penulis
Abstrak
Kata kunci
Pendahuluan
Isi
Penutup
Daftar Pustaka

 judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, isi, penutup, dan daftar rujukan.    

Judul
            Judul artikel harus diusahakan  menarik pembaca, informatif,  Judul  hendaknya memberi gambaran yang jelan tentang materi dan ruang lingkup masalah yangakan dibahas. Judul jangan terlalu panjang. Judul dan anak judul (kalau ada)  ditu;is  pada baris paling atas, dengan jarak dari atas kurang lebih 3 cm.Judul dan anak judul ditulis dengan huruf kapital semua. Judul dengan anak judul (kalau ada) dipisahkan dengan tanda titik dua.

Nama Penulis
            Nama penulis ditulis di bawah judul, dengan tanpa mencantumkan gelar akademik.  Nama  lembaga dapat ditulis di bawah nama penulis, atau ditempatkan di bagian bawah sebagai catatan kaki. Apabila artikel ilmiah ditulis dua orang, nama penulis  ditulis sejajar, di bawah judul.



Abstrak 
Abstrak adalah seperangkat pernyataan  yang ditulis secara ringkas dan padat  bagian-bagian penting dari artikel yang ditulis.  Abstrak hendaknya ditulis dalam 50 sampai 200 kata, berisi  tentang topik, masalah, tujuan,  dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, apabila  artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, abstrak sebaiknya ditulis dalam bahasa Inggris, dan apabila artikel ditulis dalam bahasa Inggris, abstrak sebaiknya ditulis dalam bahasa Indonesia.

Kata Kunci
Kata kunci ialah kata pokok yang menggambarkan  wilayah yang diteliti, menggambarkan ranah wilayah yang dibahas. Jumlah kata kunci antara 3 sampai lima kata.  Kata kunci tidak harus diambil dari kata-kata yang tercantum dalam judul  karya ilmiah.

Pendahuluan
            Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan. Apabila dalam karya ilmiah resmi rumusan masalah dan tujuan menjadi subbab  tersendiri, dalam artikel ilmiah latar belakang, rumusan masalah,  dan tujuan diintergrasikan menjadi satu. Dalam bagian ini juga berisi kajian teori, yang dalam karya ilmiah resmi menjadi bab tersendiri.

Isi
            Isi merupakan bagian inti dari  penulisan artikel ilmiah. Bagian ini merupakan bagian yang terpenting bagi  artikel ilmiah konseptual maupun artikel ilmiah penelitian. Isi  berisi kupasan,  analisis, argumentasi, keputusan, dan  pendirian atau sikap penulis  mengenai masalah yang dibicarakan. Yang perlu ditampilkan dalamm penelitian ini ialah  kupasan argumentatik, analitik, dan kritis dengan  sistematika yang runtut dan logis.



Penutup
            Penutup berisi simpulan dan  saran. Simpulan berarti hasil dari pembahasan. Bagian ini menyampaikan ringkasan hasil penelitian atau pemikiran.   Simpulan harus sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan.  Simpulan dalam sistematika penulisan artikel ilmiah  dikemukakan dalam rangka membulatkan argumen, hasil analisis,  sintesis, dan interpretasi  atas hasil suatu penelitian. Impulan pada dasarnya mencerminkan  butir-butir penting dari penelitian yang  dilakukan dan dikembangkan pada pembahasan.

4.2.2. Karya Ilmiah Resmi
            Karya ilmiah resmi  mempunyai sistematika yang lebih rinci dibandingkan karya ilmiah subresmi.  Yang termasuk karya ilmiah resmi ialah laporan penelitian  termasuk  skripsi, tesis, disertasi, buku teks. Karya ilmiah resmi secara umum mempunyai sistematika seperti karya ilmiah subresmi, yaitu  Pembuka, Isi, dan Penutup.  Namun tiap-tiap bagian itu dirinci lagi lebih detil. Sistematika karya ilmiah resmi sebagai berikut.
PENDAHULUAN
  1. Halaman judul
  2. Halaman pengesahan
  3. Halaman persembahan dan moto
  4. Kata Pengantar
  5. Daftar  Isi
  6. Daftar Tabel/Bagan/Gambar
  7. Daftar Singkatan
  8. Abstrak

BAGIAN ISI
  1. Bab Pendahuluan
a.       Latar Belakang
b.      Rumusan masalah
c.       Tujuan Penelitian
d.      Manfaat Penelitian
  1. Landasan Teori
  2. Metode Penelitian
a.       Pendekatan Penelitian
b.      Sumber data dan Data Penelitian
c.       Teknik Pengumpulan Data
d.      Teknik Analisis Data
  1. Hasil dan Pembahasan
  2. Simpulan

BAGIAN PENUTUP
  1. Daftar Pustaka
  2. Lampiran

Halaman Judul
Halaman  judul adalah halaman setelah cover laporan penelitian. Halaman itu memuat judul, ditulis dibagian atas dengan huruf kapital yang relatif besar.  Di bawahnya ditulis penyataan keperluan, misalnya:  “Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan  dalam menyelesaikan program  Sarjana Sastra Inggris”. Di bawah pernyataan itu tempat logo instansi yang menaunginya.  Nama penulis ditulis di bawah logo.  Bagian    lembaga penyelenggara. Paling bawah tahun penyusunan.

Halaman Persetujuan
            Halaman persetujuan   berisi persetujuan  dari pembimbing bahwa karya ilmiah itu telah  sampai pada suatu tahap tertentu. Kalau karya ilmiah itu berupa skripsi, tesis, atau disertasi  pembimbing telah menyetujui bahwa penulis karya ilmiah itu dapat maju ujian untuk mempertanggungjawabkan karya ilmiahnya.  Halaman persetujuan itu terdiri atas: nama penulis, judul tulisan, tanggal persetujuan, dan tanda tangan pembimbing.


Halaman Pengesahan
            Halaman pengesahan biasa terdapat pada karya ilmiah resmi yang dihasilkan oleh mahasiswa , yang karya ilmiah itu harus dipertanggungjawabkan isinya di depan penguji. Halaman pengesahan itu berisi pernyataan bahwa penguji mengesahkan karya ilmiah itu telah memenuhi persyaratan,  penulisnya  mencapai gelar akademik tertentu.   Karya ilmiah itu ditandatangani penguji dan diketahui pimpinan jurusan dan pimpinan fakultas.

Motto/Persembahan
            Halaman motto/Persembahan biasanya berisi motto atau persembahan.  Halaman motto biasanya berisa kata-kata mutiara yang  dapat menjadi sikap hidup atau sumber semangat bagi penulis.  Motto dapat diambil dari berbagai sumber seperti kitab suci,  pendapat para filsuf, kata-kata mutiara, atau berasal dari penulis sendiri.  Persembahan diberikan penulis kepada seseorang  yang sangat berarti di dalam hidup penulis. Sosok yang dapat persembahan bisa orang tua, nenek, kakak, adik,  pacar, suami, isteri, anak, bahkan bisa kepada Tuhan.

Kata Pengantar

            Kata Pengantar dimaksudkan  sebagai pengantar pada karya ilmiah yang telah ditulis oleh penulis. Yonohudyono dan Suhartono (2005:58)  berpendapat bahwa hal-hal yang perlu diungkapkan pada Kata Pengantar adalah:
(1)   puji syukur kepada Tuhan
(2)   judul
(3)   garis besar isi
(4)   hambatan dalam proses penyusunan
(5)   ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memantu
(6)   saran dan kritik
(7)   harapan
(8)   penyebutan tempat, tanggal, bulan, dan tahun

Abstrak
            Abstrak sudah dibicarakan pada bagian penulisan karya ilmiah subresmi.  Namun ada perbedaan sedikit antara penulisan abstrak karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah resmi. Dalam karya ilmiah subresmi abstrak cukup satu paragraf, dalam jarak satu spasi. Dalam karya ilmiah resmi  karena lebih luas dibanding karya ilmiah subresmi, abstrak  paling banyak satu halaman kertas A4.
            Bagian Isi  dan seterusnya  akan dipelajari lebih lanjut di tingkat perguruan tinggi . Untuk tahap pertama  yang perlu dipelajari, adalah penulisam makalah dan penulisan artikel. Da baiknya di sekolah-sekolah  menerbitkan majalah yang menyediakan ruangan untuk penulisan karya ilmiah, sabagai bahan latihan para siswa.

C. Penutup
Agar terampil menulis karya ilmiah, seseorang harus menguasai beberapa hal. Pertama,  ia harus banyak membaca, terutama bacaan karya ilmiah. Kedua, Harus menguasai teori menulis karya ilmiah. Ketiga, , ia harus banyak berlatih menulis karya ilmiah. Hanya dengan banyak berlatih seorang penulis akan mencapai sukses.
Karya ilmiah dibedakan antara karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah rsmi. Yang termasuk karya ilmiah  subresmi yaitu makalah dan artikel jurnal. Sistematika karya ilmiah subresmi lebih sederhana dibanding dengan karya ilmiah resmi. Untuk menulis karya ilmiah subresmi penulis harus menguasai sistematika penulisan  karya ilmiah itu, termasuk penguasaan menyusun abstrak  kata kunci, kutipan dan daftar pustaka.  Karya ilmiah resmi sistematikanya lebih rumit daripada karya ilmiah subresmi.  
Karya Ilmiah berbeda dengan karya kreatif. Penulisan karya ilmiah mempunyai sistematika yang harus ditaati  oleh penulis. Kreatifitas penulisan tidak diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu  sistematika, teknik pengutipan, teknik penulisan daftar pustaka harus dikuasai  oleh penulis.




\DAFTAR  PUSTAKA

Lindsay, David. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah: A Guide To Scientific Writing. Penerjemah Suminar Setiati Achnadi. Jakarta: Universitas Indonesia. 

Prayitno, Harun Joko dkk. (Ed). 2000. Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Suparno. 2000. Langkah-Langkah Penulisan Ilmiah: Dalam Menulis Artikel Ilmiah untuk Jurnal. Malang: Universitas Negeri Malang.

Suparno dan Mohamad Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tanjung, H. Bahdin Nur dan  H. Ardial. 2.007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis): Dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana.  

Yonohudyono dan Suhartono. 2005. Bahasa Indonesia Keilmuan: Mata Kuliah Pengembang Kepribadian.  Surabaya: Unesa University Press.

Yonohudiyono, E dan Jack Parmin. 2007. Bahasa Indonesia Kilmuan. Surabaya: Unesa University Press.
BAB V
PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Standar Kompetensi : Memahami Penelitian Tindakan Kelas
Kompetensi dasar      : Memahami hakikat Penelitian Tindakan Kelas
                                      Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas  untuk perbaikan pembelajaran


Indikator: 
1, Menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas
2. Tujuan penelitian tindakan kelas
3. Manfaat  penelitian tindakan kelas
4. Mengidentifikasi karakteristik  penelitian tindakan kelas
5.  Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas

Tujuan
1. Setelah mempelajari  materi dalam buku pelatihan, peserta dapat menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas dengan tepat.
2. Setelah mempelajari materi dalam modul  pelatihan, peserta dapat memahami tujuan penelitian tindakan kelas dengan benar.
3. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas dengan tepat.
4. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat memahami manfaat penelitian tindakan kelas dengan tepat.
5.  Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat memahami prosedur penelitian tindakan kelas
   



5.1. Pendahuluan 
            Bagi seorang guru untuk dapat mengajar  secara profesional tidak cukup hanya dibekali oleh penguasaan materi saja. Guru dalam proses belajar-mengajar menghadapi murid dalam satu kelas yang mempunyai eragam karakteristik.  Padahal dalam prktik seorang guru dalam satu hari dapat menghadapi beberapa kelas murid. Seorang prajurit yang baik, dalam berperang harus menguasai medan perang. Demikian pula guru, seorang guru harus memahami berbagai macam karakter murid, karena keberhasilan proses belajar-mengajar tidak ditentukan oleh penguasaan materi saja.
            Dalam proses belajar mengajar, guru yang baik adalah guru yang kreatif dan inovatif. Segala potensi yang ada hendaknya dimanfaatkan untuk menunjang keberhasilan proses belajar-mengajar. Guru yang baik harus mencoba dan mencoba mengembangkan potensi yang dimiliki demi keberhasilan proses belajar mengajar. Seiring dengan kemajuan teknologi, model pembelajaran dan media pembelajaran pun sudah  berkembang dengan pesat. Guru yang kreatif dan inovatif jika ditunjang dengan media dan model pembelajaran yang sesuai akan mendorong murid  khususnya dan sekolah pada umumnya memperoleh prestasi yang maksimal.  Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru yang kreatif dan inovatif dalam mencapai proses belajar-mengajar dengan hasil yang maksimal adalah melakukan eksperimen.  Eksperimen itu dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas (PTK).

5.1.1 Pengertian PTK
            Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sudah lama dilakukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu ialah adanya perubahan kurikulum pendidikan dari waktu-ke waktu. Namun  harus disadari pula bahwa kurikulum bukannya satu-satunya penunjang mutu pendidikan. Banyak faktor yang dapat menunjang keberhasilan mutu pendidikan seperti sarana dan prasarana, adanya guru yang berkualitas, dan  kesiapan mental murid dalam belajar.  PTK merupakan salah satu upaya untuk menuju peningkatan mutu pendidikan.
            Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sudah berkembang sejak  Perang Dunia II (Ardiana dan Kisyani, 2004:6). Namun di Indonesia baru akhir-akhir ini saja mendapat perhatian yang serius. Namun bukan berarti sebelumnya tidak pernah diadakan Penelitian Tindakan Kelas. PTK  merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu action research yang dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas di Indonesia sebenarnya sudah lama dilakukan.  Skripsi mahasiswa  Fakultas Ilmu Pendidikan, atau mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan dulu banyak yang mengangkat penelitian tindakan kelas. Hanya bentuk penelitian  pada masa itu belum mendapatkan bentuk yang baku, dan belum mendapakan perhatian seperti sekarang.
            Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif  dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu  agar dapat memperbaiki dan atau  meningkatkan praktik-praktik  pembelajaran di kelas secara profesional (Suyanto dalam Ardiana dan Kisyani Laksono, 2004:6). Sesuai dengan pendapat Suyanto tersebut, ciri penelitian tindakan kelas adalah  bersifat reflektif. Artinya tahap refleksi merupakan  dasar untuk menentukan langkah-langkah penelitian tindakan kelas.
            Proyek PGSM (1999) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas  sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif  oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam  melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik  pembelajaran tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsentrasi penelitian tindakan kelas adalah pada praktik pembelajaran. Dalam hal ini pelaku pembelajarann (guru) harus aktif meefleksi diri tentang kekurangan  dalam proses belajar-mengajar, yang menyebabkan  kurang berhasilnya  hasil belajar itu sendiri. Ketidak berhasilan proses belajar-mengajar dapat berasal dari berbagai pihak, daeri guru, dari murid, dari lingkungan sekolah, dari masyarakat sekitar, atau disebabkan oleh orang tua murid itu sendiri. Dalam penelitian tindakan kelas refleksi yang dilakukan oleh guru akan menemukan masalah itu. Tindakan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan prestasi murid   dengan  adanya kendala yang ditemukan dalam refleksi.
            Wardani (2008: 1.4) menyatakan bahwa  penelitian tindakan kelas  adalah penelitian yang dilakukan oleh guru  di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri,  dengan tujuan untuk memperbaiki  kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa  menjadi meningkat. Pernyataan Wardani itu menyiratkan bahwa penelitian tindakan kelas dilakkan oleh guru di dalam kelasnya sendiri. Jadi tidak dapat dilakukan oleh orang lain.  Penelitian itu berkaitan dengan kinerja guru yang bersangkutan. Di samping itu penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, bukan di luar kelas.
            Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru kelas tersebut, sedang penelitian  kelas dilakukan oleh   orang luar. Berarti semua orang dapat melakukan penelitian kelas, sedang penelitian tindakan kelas hanya dilakkan oleh guru kelas tersebut. Dalam penelitian tindakan kelas bisa saja orang luar berperan sbagai peneliti, tetapi perannya hanyalah sebatas membantu penelitian guru kelas.
            Di dalam penelitian tindakan kelas terutama dirasakan oleh guru yang bersangkutan. Permasalahan itu biasanya timbul akibat kegiatan refleksi yang dilakukan oleh guru tersebut. Hal itu berbeda dengan penelitian kelas non PTK. Di dalam penelitian kelas non PTK masalah  justru dirasakan oleh orang luar, bukan guru yang bersangkutan.
Di dalam penelitian tindakan kelas hasil penelitian dijadikan dasar untuk tindakan perbaikan oleh guru.  Hal itu memang merupakan tujuan utama bagi guru yang melakukan penelitian tindakan kelas. Di dalam penelitian kelas non-PTK  hasil penelitian belum tentu ditindaklanjuti. Hal itu bergantung pada kebutuhan dan tujuan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Di dalam penelitian kelas non-PTK cakupannya pun sangat luas, tidak hanya masalah proses belajar-mengajar saja. 
Proses pengumpulan data di dalam penelitian tindakan kelas dilakukan sendiri oleh guru sebagai peneliti, bisa dengan bantuan orang lain, sedang pengumpulan data penelitian kelas non-PTK dilakukan oleh peneliti. Di dalam penelitian tindakan kelas guru di samping peneliti juga bertindak sebagai pengajar. Dalam hal ini guru mempunyai dua peran. Oleh karena itu ketika sedang melakukan proses belajar-mengajaru guru mungkin tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai peneliti. Dalam kondisi seperti itu bantuan orang lain sangat diperlukan. Bantuan itu dapat diperoleh guru dari teman sejawat.
Kelebihan PTK dibanding penelitian non-PTK yaitu dalam penelitian non-PTK hasil penelitian menjadi milik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru. Dalam penelitian PTK hasil penelitian langsung dimanfaatkan oleh guru  untuk meningkat hasil pembelajaran. Hal itu merupakan tujuan akhir PTK, Di alam penelitian PTK harus selalu diusahakan untuk menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar. Tabel berikut ini merupakan  gambaran perbandingan antara PTK dan penelitian non-PTK.


Tabel
Perbandingan PTK  dan Penenelitian Kelas Non-PTK
No
Aspek
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Kelas Non-PTK
1.

2.


3.


4.



5.

6,


7.



8.
Peneliti

Rencana penelitian

Munculnya masalah

Ciri utama



Peran guru

Tempat penelitian

Proses Pengumpulan data

Hasil penelitian
Guru

Oleh guru, bisa dibantu teman sejawat
Dirasakan oleh guru


Ada tindakan untuk peraikan yang berulang

Sebagai guru dan peneliti

Kelas


Oleh guru dapat dibantu orang lain

Dimanfaatkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar
Orang luar

Oleh peneliti


Dirasakan oleh orang luar


Belum tentu ada


Guru sebagai objek penelitian

Kelas


Oleh peneliti


Menjadi pemilik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru